• Home
  • About
  • Puisi
  • Pendapat
  • Cerita Aneh
instagram Email

Pangeran Kucing

Jurnal Harian dan Kata-kata Bualan

Saat segelintir orang di negeri ini masih berebut kekuasaan dan uang-uang untuk kepentingan pribadi. Ada mereka yang di luar sana mencoba merebut kembali nyawa di atas tuntutan mati, bedil perompak, sengketa perang yang tak selesai-selesai.

Saat segelintir orang yang sibuk mengurusi diri yang tak jadi-jadi. Mengeluh belum selesai dengan urusan sendiri. Ada mereka yang nyawanya tergantung pada tangan manusia lobi-lobi. Jika sekali salah ucap atau buat maka habislah nyawanya naik ke tenggorokan.

Belakangan ini, pemerintah berhasil menyelamatkan ribuan warga Indonesia yang terjebak dalam perang berkepanjangan di Suriah. Berhadapan dengan tentara dan senjata laras panjang. Setiap hari rudal mondar-mandir di langit. Mereka terjebak tak bisa keluar. Awalnya berazam mencari pekerjaan sebagai TKI justru berakhir terkurung di dalam negeri yang hampir porak poranda karena perang. Tak bisa kemana-mana. Jauh dari sanak saudara dan keluarga. Menahan rindu yang tak habisnya.

Ada juga mereka, warga Indonesia yang tengah berlayar di samudera. Tiba-tiba kapalnya dihimpit kapal lain yang asing. Yakni, perompak yang tak punya biaya. ABK disekap dan diasingkan ke pulau di negara yang jauh dari tanah airnya. Diberi makan ala kadarnya. Direnggut kebebasannya. Sampai ada pula nyawa yang tumbang. Perompak menginginkan tebusan mahal jumlahnya kepada negara. Bertahun-tahun mereka menunggu. Kadang ada berita bahwa kebebasan bakal wujud. Namun, pada akhirnya hanya hoax semata.

Banyak pula mereka menguburkan nyawa di negeri orang akibat tuntutan mati karena kesalahan yang terkadang mereka sendiri tak pahami. Berangkat dari tanah air dengan harap untung banyak. Tapi pulang tinggal nama. Ibu kehilangan anaknya. Anak kehilangan ibunya. Suami kehilangan istrinya. Istri kehilangan suaminya. Sahabat kehilangan karibnya.

Untuk yang sedang sibuk tak kunjung selesai dengan diri sendiri, coba buka mata. Arahkan ke pandang yang lebih rumit. Lebih pelik.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Menjelang akhir tahun, banyak kaleidoskop yang coba diputar di berbagai media. Baik institusi maupun memori pribadi. Ada yang sekadar mengenang kisah-kisah, ada pula yang berusaha menyimpulkan hikmah dan evaluasi.

Bagi saya, tahun ini merupakan tahun warna-warni. Dari mulai tawa bangga, senyum jatuhcinta, takut rupa-rupa, hingga airmata sedih remuk. Semuanya ada di tahun ini. Saya tidak ingin arogan bilang, bahwa segalanya telah saya kendalikan sempurna. Tetapi setidaknya, tahun ini telah membukakan mata saya. Perihal adanya perasaan-perasaan itu. Karena waktu-waktu sebelumnya saya sering mati rasa.

Kehilangan seseorang yang saya percayai. Saya taruh harapan dan mimpi-mimpi padanya. Semangat saya bertumpu padanya. Dia yang membuat saya yakin berkata bahwa, di kemudian hari semuanya akan baik-baik saja. Namun, nyatanya tidak. Dia pergi. Tuhan memanggilnya dengan tiba-tiba. Dan harapan saya juga raib bersama kepergiannya. Begitu pula dengan semangat dan asa. Menangis sendiri sudah biasa.

Hati saya mengembang, saat nama kami dipanggil menggema sebagai juara. Dan kepercayaan diri lambat laun meletup untuk pantas mengakui diri. Kami naik panggung, tangan saya bergetar karena bangga. Tak ada yang tahu sebab saya sembunyikan di bawah pembuluh darah nadi. Kemenangan yang awalnya saya pikir utopis karena jiwa saya yang pesimis, kini menjadi realistis. Terimakasih karena telah membesarkan jiwa saya.

Menceburkan diri ke dalam sekelompok orang yang bukan 'arus' saya. Mereka yang jenis candaanya berbeda, topik obrolan berbeda, kalimat normatif yang saya pikir singgungan, atau kalimat singgungan yang saya pikir biasa saja. Saya yang awalnya merasa akan terasingkan karena keminoritasan, pada akhirnya menyadari bahwa kami taka ada bedanya. Hanya butuh waktu untuk memahami jalan pikir yang bukan 'arus' saya. Tetapi sebenarnya mereka sama saja. Pikiran yang menjadi kotak pembatas dan ekspektasi yang berlebihan.

Jatuhcinta. Dan, entah. Saya sendiri susah memahami. Tak usah dibahas. Semuanya terwakili di bait-bait puisi dan prosa yang telah ratusan ditulis.

Terimakasih 2018. Semoga saya bisa belajar.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Dimensi ruang dan waktu menjadi pelahap maut yang ampuh. Untuk melenyapkan perasaan. Jadi untuk siapa saja yang sedang merasa sangat gantung terhadap perasaanya, percayalah seiring berjalannya waktu dan berbedanya tempat, keduanya akan melenyapkan perasaan. Yang dibutuhkan hanya bersabar.

Jatuhcinta bukan hal yang spesial, hanya saja lagu-lagu, film, puisi yang membuatnya terasa mendapatkan tempat tertinggi di kehidupan. Padahalnya nyatanya tidak. Kau dan siapapun yang jatuhcinta hari ini bisa saja esok hari perasaannya sudah tidak ada samasekali. Atau kau yang jatuhcinta di sini, bisa jadi kau pergi dan menginjakkan kaki di tempat lain, maka perasaannya akan berubah seratusdelapanpuluh derajat.

Sungguh tidak ada spesialnya.

Mari belajar, saya pun juga. Meski saat ini sedang gandrung kepada seseorang yang pernah semesta coba dekatkan. Dan rindu yang tak henti-hentinya. Namun, sebentar lagi perasaan itu juga akan pergi sebab dimensi ruang dan waktu sedang mencoba mematikan perasaan.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Saya pemilik panggung yang kisah teaternya diputar setiap minggu
Dialognya saya yang buat, pelakunya saya sendiri, dan kalian juga bisa melihat tukang lampu, tukang rias, tukang pasang kursi adalah juga saya
Penonton membludak akhir-akhir ini karena saya mempertunjukkan cerita yang magis nan tragis
Air muka orang-orang di depan saya pilu, sorot pandangnya layu, dan genangan di seluruh mata mereka saya bisa saksikan

Saya tak kalah tersedu-sedu sebab cerita ini asli milik saya sendiri
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Siapa itu yang antre?

Isi pikiranku

Kemana?

Pembuangan akhir yang tak berdenah
Mereka juga buta
Tak tahu harus kemana
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Selamat datang di langit
Dimana tak ada gema suara selain isi pikiran sendiri

Riuh rendah

Aku menemukan dialog dan namamu yang berulang-ulang disebut
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Maaf yang kau sampaikan, begitu punya pesan mendalam
kau orang yang sopan dalam bertutur
yang manis dalam berlaku

Sampai di suatu langit yang telah berjubah malam dengan ketiadaan bintang
bahwa maaf yang kau sampaikan nyaring bunyinya
mengurangi rasa bersalahmu
diksi kosong bagi aku

kau sama saja, tak punya nyali
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Aku sedang mual karena berusaha sekuat tenaga menelan kisah yang harus diambil sisi baiknya
yang susah kucari 
sebab aku sedang buta
karena ada diantara jatuhcinta dan keinginan memilikimu selama nya 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Puisi yang saya tulis ada pada mata senja
Sesiapapun bisa menikmati kecuali saya
Yang hanya mengenang pertemuan kita saat pulang dari acara yang entah apa
Saya hanya mengingat bahwa saat itu saya sedang jatuh cinta kepada Anda se dalam-dalamnya

Namun Tuhan begitu baik pada waktu berikutnya
Sepotong hati yang telah saya berikan dikembalikan
Cukup,
Lantas Tuhan mengajarkan pula patah hati paling dalam

Maka saya kenyang, karena pernah terbang, juga terperangkap ujung palung paling gelap

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Saya akan meletakkan hati dan melarungnya pergi
silakan pergi menjauh meski ke depan nya perasaan saya yak lagi utuh
tetapi saya rasa akan jauh lebih baik karena kami bertemu baik-baik maka harus diakhiri dengan baik

Silakan bertemu dengan yang baru saya akan berusaha menekan rasa cemburu
karena perasaan ini masih awal-awal maka wajar jika susah pudar

Cinta itu menyembuhkan bukan menyakitkan, maka yakini saja jika kemarin bukan cinta, kamu hanya latah saja, tapi entah bagian saya, mungkin benar-benar suka

Tapi saya sudah berjanji untuk take lagi berhalusinasi, semua hanya ilusi
Sudah lah hati, mari saya peluk sendiri

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Saya harus bilang apa jika di pikiran terlalu banyak yang riuh rendah, berpendapat macam tukang debat kusir di pasar-pasar dan saya sendiri tak punya tempat selain tempat saya sekarang, tahukah Anda dimana saya?

Itu bukan menanyakan ulang tapi pertanyaan yang saya sendiri tak punya jawaban sebab punggung saya tak bisa tegap tulang-tulangnya rontok bepergian mencari rumah yang lebih layak disinggahi dan itu bukan lagi saya, mungkin sama seperti Anda yang juga perlahan menghilang, entah saya tak mau lagi berpikir tentang Anda, tapi bagaimana? saya tak bisa

Sudah enambelas hari saya rasa akan lupa karena Anda dan saya berada pada dimensi yang berbeda tetapi saya menemukan yang janggal padahal tanggalan di kalender tak ganjil, ada apa ini? Anda tolong jangan muncul lagi saya lelah menanggapi imaji saya sendiri

Kemarin saya menemukan laki-laki berjalan compang di pinggiran jalan, matanya berdebu, rambutnya bergulung seperti ombak yang menetap ke pantai enggan menggulung mundur, tapak kakinya luntur dimakan aspal dan kemarau atau fatamorgana, saya sedang menatap diri sendiri tujuh hari lagi, saya hampir gila jika Anda mau tahu, jika tidak maka memang sudah seharusnya karena bukannya saya memang sendirian?

Tuhan saya ingin mengintip buku pasang-pasangan tempat nama-nama jodoh terhampar, bolehkah saya memesan satu nama untuk dibacakan, jika yang disandingkan dengan Anda bukanlah saya maka saya akan mundur secepatnya, mengambil manuver paling pendek dan menghilang meski entah kemana dan apakah saya bisa menjamin di tengah jalan tak ada badai dan banjir akibat saya berair mata

Kemana perginya kakek tua yang setiap pagi berjalan menikmati embun dan mengernyit karena pupilnya tak tawar angin, saya ingin bertanya berapa cucu yang ia punya, jika jawabnya sebelas padahal cuma sepuluh maka dengan tegas menjadikannya guru sementara dan bertanya-tanya bagaimana cara pikun? saya ingin Anda di ingatan saya menghilang

Jika siapapun bertanya tentang rindu saya sudah tidak punya sebab telah habis rindu paling dalam selama hidup saya untuk Anda, saya telah menjadi budak bagaimana bisa saya ingin mengelak tapi memang iya, saya tak punya anggapan lagi, alangkah bagaimana menghilangkan jerat, siapapun tolong tebus saya ada tali mengikat di leher, pergelangan tangan kaki, juga di hati yang paling diikat mati, bisakah seseorang membawa saya pergi?

Ini syair dan sajak atau puisi kesedihan sekaligus kemarahan, saya ingin berlari

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Apakah huruf awal dari puisi seseorang yang sedang mempersiapkan perpisahan?

Bisa jadi huruf A karena ia sambil mengenang pertemuan pertama saat mereka masih sama-sama menerka kejadian apa, apakah memasak makanan kesukaan, memetik sayur mayur, atau ia tidak ingat awal kejadian sama sekali karena sudah terlalu banyak kenangan. Indah semua.

Bisa jadi huruf Z karena janji biasa ditebar di akhir pertemuan meski mungkin hanya kosong seperti kulit kacang yang ompong. Naasnya ia suka angin-angin kacang karena menebarkan aroma warna cokelat tanah.

Pada akhirnya, huruf pertengahan karena itu awal namamu.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Saat aku mulai bosan semenjak 7 jam lalu mengunyah permen dengan rasa yang sama karena tidak ada lagi makanan yang bisa kuhisap

Sementara aku tidak pernah bosan memikirkanmu selama 17 hari ini tanpa jeda di setiap jamnya meskipun aku selalu berdoa kepada Tuhan agar secepatnya merasa bosan, sebab kata pujangga pensiunan yang kenyang garam: cinta itu luka

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kepada yang sedang menjadi pusat semesta, alangkah mungkin yang lainnya cemburu karena aku sedang candu kepadamu

Kepada yang membuat kisah ini terasa sungguh amat picisan, aku sedang beranomali sebab kupu-kupu dalam perut enggan menurut

Kalau jatuh cinta, apa obatnya?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sudah satu pekan aku menempel di dekat jendela meninggalkan ceruk rantau dan berbincang ringan dengan debu yang menempel, darimana ia berasal

Tetiba ia menangis di tengah kejumudan kami yang berjalan lama, hujan
Syahdan debu luruh dibasuh bergabung dengan kawan nya di atas tanah atau masuk ke dalam bumi

Apakah baik-baik saja, tanyaku kepada bulir hujan yang ke sekian, namun kosong dan menderas: kami memang bersiklus katanya.
Sama seperti kawanan kayu, api, dan abu
Sudah seharusnya demikian, begitu pula perasaan

Sungguh jika tak mau jatuh maka jangan memutuskan untuk memberikan sauh, jangan sekali-kali. Kelak kau juga akan lumpuh juga mabuk.
Maka siap siap saja menghadapi siklus, 
Bilang saja pada hati, ini saatnya menguatkan diri 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Bolehkah aku memesan kopi untuk melupakan kisah? Jawabannya nihil sebab kamu juga suka secangkir kopi sama seperti ayahku namun sayangnya kalian tak akan bertemu karena kau tak punya nyali untuk menjadi berani mengetuk kedua belah pintu rumah ku dan bilang, mahar apa yang anak Bapak mau?

Aku ingin tidur secepatnya syahdan lenyap dari kehidupan nyata adalah cara paling mudah untuk sembunyi dari pikiranku tentang kamu yang dimana-mana, jendela pagi, debu siang, apalagi senja sore dan gemintang malam. Kamu hantu. Bisakah jangan terlalu sering muncul dan hilang tiba-tiba?

Sungguh perasaan ini seperti perjalanan bis tanpa halte, kereta tanpa stasiun, pesawat tanpa bandara: tak tahu dimana dan kapan berhenti.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Secarik tisu yang waktu itu kamu tarik untukku kini tumbuh menjadi pohon-pohon meraksasa hingga kuncupnya menyentuh dinding langit

Segala penduduk bumi dan langit senang sebab duhai mana ada batang penghubung dua alam yang kokoh menantang semesta seperti ini dari zaman hawa sampai raisa

Tapi suatu hari dimensi beranomali, kuncup-kuncup pohon mengerdil tak lagi menyentuh awan-awan
Hujan mulai meluruh tapi dijatuhkannya serpihan kayu dan seresah daun kering yang berdebu

Rupa-rupanya kau jahat sebab tanpa izin dan merasa alpa menarik kembali sejumput tisu yang kala itu kamu lipat dan berikan untuk setetes air mata dan luka di hati
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Menemukan angin diantara sengat terik tengah hari bukankah ladang yang indah untuk berhalusinasi atau merayu diri untuk dibodohi

Dan siapa si dungu yang memutuskan menunggu? Sebab tak waras ia menyerahkan harga-harga waktu untuk ketidakpastian yang mungkin tak hanya satu, banjir berkodi-kodi

Suatu hari aku juga menemukan si dungu lainnya yakni: badai.

Alangkah ia pernah bilang padaku bahwa akan menunggu jangkar bersauh di atas berisiknya pusaran air dan angin ribut yang pecah di atas samudera

Nasib badai sama seperti tanda tanya bahwa: untuk apa menunggu seseorang yang tengah khusyu menunggu orang lain?


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Virtuoso khusyu berdansa dengan not dan balok menyerahkan diri pada orkestra dan panggung yang menjagadraya

Sesekali aku mendengarkan klasik yang empirik, melayu yang mendayu, atau bahkan dendangan picisan yang murahan

Sebelumnya aku tak paham abu-abu yang setengah tambun setengah kurus kering, setengah hitam tapi memberikan ruang untuk putih

Juga mengapa orang-orang tak pasti menentukan pilihan, tak pandai, tak yakin. Si peragu kalau nenek bilang.

Namun sekarang aku buncit karena kenyang dituduh si peragu yang amat lamban memaknai rasa: itu harapan atau sekadar keadaan yang wajar?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kemarin sisa buih yang menepi ke pantai ikut tersedak ke akar akar pohon dan naik pergi dari ceruk rantau

Pagi-pagi buta ketika mimpi masih belum genap tapi tak juga ganjil, embun-embun berisik dan aku harus bangun menenangkan gemuruh sementara aku tak jauh beda

Katanya hanya bersandiwara tapi aku bukan pelakon yang baik, jagadraya tahu itu

Sudah enyah saja dan syahdan berkali-kali ku katakan tapi ia justru bawa angin menawarkanku pulang padahal kau bukan rumah


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Belajar dari hujan yang terus berganti peran. Kadang jadi awan, samudra, rerintik, atau butiran yang menyatu bersama baju-baju yang dikeringkan. Bahwa selama hidup kita juga terus berganti peran.

Seorang anggota biasa yang polos wataknya. Enggan bersua karena takut alpa, takut atas ketidakpantasan, atau anggapan-anggapan pesimis lainnya. Bisa jadi suatu saat menjadi palu yang mengetuk semua keputusan, di pundaknya bergelantung beban-beban yang menuntut cepat dan tepat diselesaikan. Dan saat itu datang, selaras pula dengan penyesalan dan pertanyaan mengapa dahulu tak banyak bertanya dan belajar? Atau betapa bahagianya ia dulu jika saja ia tak menyia-nyiakan keadaan yang gampang.

Seorang anak yang riang hatinya bermain bersama boneka warna merah muda atau robot-robot ksatria. Berkata semaunya dengan gigi ompong atau satu dua yang timbul di muka. Diawasi kesana kemari oleh pengawas sejak ia di rahim dan diantar ke dunia. Memang jadi suatu saat jika Tuhan izinkan ia berganti peran. Menjadi penjaga pengawas yang berganti ompong. Minta ini itu banyak hal yang mungkin bisa ia tolak kalau saja ia tak ingat bahwa dulu ia pernah begitu. Balas budi meskipun budi tak pernah utuh terbalas. Dan ia kelak lagi-lagi jika Tuhan izinkan, mengantar dari dunia menuju tempat selanjutnya. 


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ini tentang sebuah tim yang menyepi
Memilih hilang timbul dari keramaian
Hampir berguguran meskipun belum juga setengah perjalanan
Satu dua orang merasa dicampakkan
Merasa ditinggal sendirian
Meskipun dulu sekali ada yang pernah bersedia membersamai
Dan kuanggap ia berjanji
Aku melihat binar yakin di matanya
Atau aku yang terlalu percaya diri?

Tak terasa tulisan ini semakin jujur
Sebab kalau kau sadar, baru saja aku mengakui
Bahwa: yang dicampakkan dan ditinggal sendirian bukan dua orang
Namun hanya seorang
Aku menyebutnya 'aku' pada kalimat ke tujuh

Induk batang pohon diranggas oleh kemarau
Pada bulan april jika tak terjadi anomali di belahan bumi khatulistiwa
Daun-daunnya berjatuhan menjumpai dasar bumi, dibawa angin
Persatu hingga ada pula yang pada akhir daunnya hanya mampu dihitung jari
Atau justru sama sekali gersang tanpa sehelai

Tetapi bukankah semua orang memang harus belajar ditinggalkan?
Karena kelak akan ada banyak hal yang harus dihadapi sendirian tanpa kawan
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Seseorang harus menyadarkanku bahwa aku masih di bumi
Masih bersama celotehan mulut manusia, bukan diantara kepakan sayap malaikat
Segalanya masih berupa ketidaksempurnaan

Aku juga harus disadarkan bahwa masih banyak noda dan alpa
Mungkin aku terlalu banyak mendongak dan lupa memandang kaca
Atau barangkali aku sudah lupa dengan peribahasa kelas tiga sekolah dasar
Bahwa semut di seberang pulau nampak nyata, sementara gajah di pelupuk mata tak terlihat

Dan setan-setan yang bersembunyi di bagian ulu hati, tetap menghembuskan desir
Meskipun ini bulan ramadhan
Mereka seakan menggelar layar lebar berisi: ketidakcakapan, ketidakbecusan, ketidakmenarikan, kelesuan, dan berbagai tuduhan jahat lainnya kepada seseorang di luar sana yang kuanggap sedemikian
Lalu setan-setan itu menyeret selayar lebar menyelimuti pupil mataku, menghalangi kornea
Lantas aku sempurna buta dari akal sehat dan ayat-ayat Tuhan yang Maha Benar

Pada akhirnya seseorang datang dan memberiku cahaya berupa prasangka baik
Tapi setelah aku kembali ke rumah dan melembari segala percakapan itu
Maka aku kembali pada tanda tanya, apakah benar itu akan menjadi seberkas cahaya?
Sebab sekarang masih gelap. Prasangka baik masih ditangguhkan.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Waktu kecil bagiku akan mudah mendaki gunung karena ukurannya hanya sejengkal tangan. Aku mengukurnya di kejauhan, berjarak bermil-mil bahkan dari lerengnya. Kupikir akan semudah mendaki gundukan pasir di depan rumah. Material milik tetangga yang sedang renovasi.

Tapi rupanya aku alpa sebab begitu banyak ekspektasi yang menari-nari sempurna di palung otak. Sementara jagadraya tak semudah itu. Ada banyak hirarki, konspirasi, dan tubi-tubi. Aku lupa segalanya. Mengesampingkan sebab musabab dan asal muasal.

Ukirannya telah dalam, telah sempurna mengerak menjadi prinsip yang dibenarkan. Akupun menghamba pada prasangka yang kutenun sendiri. Padahal belum ada kata seiya sekata dari makhluk lainnya. Apalagi takdir. Hal yang seringkali dilupa namun sesungguhnya ia yang menjadi maha penentu atas semua dan serba serbi.

Ekspektasi macam gula yang pasti manis dan garam yang pasti asin. Bukankah seharusnya tergantung se berapa banyak air yang diseduh atau mungkin aku menambahkan keduanya ke dalam kopi dengan takaran mili. Mana bisa kukecap manis atau asin. Pahit.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Bolehkah meminta langit menyampaikan pesan
Mengapa pergi tanpa berpamitan?

Kala itu, semua orang bilang senja paling kelabu
Hujan turun disaat yang tepat karena menyamarkan tangis
Meski bagi sebagian orang tak demikian, sebab tangis begitu deras
Hujan lebat gagal membuat samar
Semua orang tertunduk, hatinya pilu dan patah
Kau pergi dan aku kira sore itu hanya mimpi
Mungkin esok hari kau datang lagi dan bilang jika kemarin hanya gurau semata
Tapi mengapa hari-hari berikutnya sedih semakin berat hebat membebat?
Kau tak kunjung datang menyampaikan bahwa kemarin salah kabar

Takdir memintamu kembali disaat semai-semai harap telah menggunung
Tunas-tunas semangat yang menghijau telah nampak segarnya
Tentang rasa yakinku bahwa akan ada banyak karya dan kolaborasi
Konsepku mengenai segala hal telah matang dan api semangat bahwa segalanya akan terwujud ada tepat di depan mata
Semua terasa genap kala itu
Utuh dan hampir sempurna
Tapak dan jalan telah dipersiapkan
Hanya tinggal melangkah menyusuri jalan
Lurus benar-benar lurus
Dan mereka bilang kau orang yang tepat membersamai

Salam rindu, untuk teman dan adik soleh
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sementara otakku beku menghadirkanmu ke dalam bentuk lain lewat cerita-cerita
Lantas diksiku pergi entah karena sedih atau memang ketidakmampuanku saja meyakinkan mereka bahwa kita akan baik-baik saja
Mungkin mereka tahu aku berbohong
Aku bukan lagi pemeran sandiwara yang baik sebab
Berpura-pura dalam waktu yang lama terlalu menyakitkan
Terlalu sering menyesakkan nafas, aku tak mampu
Lebih baik pilih saja artis lain yang mampu bertahan di tengah guncangan
Hatiku lemah aku tahu
Dan tulisan ini harusnya kutulis dalam buku harian, bukan macam tempat ini yang seenaknya saja bisa disaksikan orang, aku tahu
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Saat semuanya terasa menghimpit dan tuntutan menjadi sebuah hakiki
Rasa-rasanya ingin sekali menyerah
Atau paling tidak ketika ada seseorang yang datang dan meminta ini itu,
lantas aku berkata, bisakah kau sedikit saja mengerti?

Aku dan kehidupanku bukanlah sebuah abjad yang runtut
Setelah A tidak selalu B, sebelum D tidak selalu C
Tapi tidak semua orang atau tidak ada orang yang mau tahu bagaimana urutannya
Apakah setelah A adalah Z, ataukah huruf X muncul sebelum huruf E

Semua orang tidak ingin tahu apakah ada satu huruf yang hilang
Sehingga jalan kehidupannya pincang
Bukan urusan mereka
Yang mereka ingin tahu adalah apakah urusan mereka yang bersangkut paut dengan kita berjalan baik atau tidak, secepatnya ingin terselesaikan
Apapun yang terjadi

Meski meminta untuk dimengerti adalah sebuah aksioma kekanak-kanakan
Sekarang, aku sama sekali tak punya perwakilan kata lain untuk menggambarkan jiwa
Selain mengiba untuk dimengerti







Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Rumusan selalu menjadi cara agar terang segala urusan. Tapi jika masih samar dan nanar, maka di dalam hati ada benang kusut mirip bola-bola debu bekas menyapu.

Penat ini abu-abu. Warna yang tak dipilih puan putih atau tuan hitam. Mirip warna mendung. Sebentar lagi hujan turun yang tak dilihat sesiapapun kecuali aku ketika melongok pada diri sendiri. Dan kutemukan seorang sedang meringkuk sendiri di pojok kamar warna gelap. Dia memanggilnya aku, aku memanggilnya aku.

 Cara sementara yang dilakukan adalah mengasihani diri sendiri sebelum subuh dan selepas senja. Keduanya tak lepas dari pertanda masuk waktu solat. Isyarat dari Tuhan agar tak mencari yang lain untuk menumpahkan perasaan. Ia memintamu menuju surau.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ini kacau.

Sapardi atau Joko Pinurbo pernah bilang, aku lupa salah satu diantara keduanya, bahwa kau tak bisa menulis jika terlalu bahagia, terlalu sedih, atau terlalu marah.

Aku percaya pada para pujangga, karena aku juga tukang permak kata. Jadi kepada Pak Sapardi atau Pak Joko. Agaknya kalian sedang mengeja aksioma.

Ini kacau.

Tapi aku tak sedang dalam tawa yang meledak, bukan pula dalam ubun-ubun yang mendidih. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Tentang Saya

Penulis yang suka main kata-kata. Cek juga hasil pikiran otak kiri saya di linisehat.com

Follow Us

  • instagram
  • Google+
  • youtube

Categories

  • Cerita Aneh (8)
  • Fiksi (5)
  • Pendapat (26)
  • Puisi (8)

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2023 (3)
    • ►  Juni 2023 (1)
    • ►  April 2023 (1)
    • ►  Maret 2023 (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (2)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  April 2021 (2)
    • ►  Maret 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (1)
  • ►  2020 (30)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (6)
    • ►  Juli 2020 (9)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (5)
  • ►  2019 (19)
    • ►  November 2019 (3)
    • ►  September 2019 (2)
    • ►  Agustus 2019 (3)
    • ►  Juni 2019 (5)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ▼  2018 (29)
    • ▼  Desember 2018 (3)
      • Mengintip Yang Hilang di Tanah Orang
      • 2018
      • Dimensi Ruang dan Waktu
    • ►  November 2018 (1)
      • Teater
    • ►  Oktober 2018 (6)
      • Antre
      • Riuh
      • Kalimat Maaf
      • Keinginan
      • Pelajaran
      • Larung
    • ►  September 2018 (4)
      • Menggila dan Menghilang
      • Mempersiapkan Perpisahan
      • Ingin Bosan
      • Kepada yang Mengirim Pelet
    • ►  Agustus 2018 (6)
      • Jatuh
      • Susah berhenti
      • Sejumput tisu
      • Menunggu
      • Memastikan rasa
      • Amigdala
    • ►  Juni 2018 (1)
      • Berganti Peran
    • ►  Mei 2018 (3)
      • Merasa Ditinggalkan
      • Masih Tentang Ekspektasi
      • Ekspektasi
    • ►  April 2018 (1)
      • ----
    • ►  Maret 2018 (4)
      • Buntu
      • Cerita Seperempat
      • Abu Abu
      • Kacau
  • ►  2017 (44)
    • ►  Desember 2017 (10)
    • ►  November 2017 (1)
    • ►  Oktober 2017 (6)
    • ►  April 2017 (2)
    • ►  Maret 2017 (8)
    • ►  Februari 2017 (7)
    • ►  Januari 2017 (10)
  • ►  2016 (49)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (3)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (13)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (10)
    • ►  April 2016 (5)
    • ►  Maret 2016 (11)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (19)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (5)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (1)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  Juli 2014 (1)

Created with by ThemeXpose