• Home
  • About
  • Puisi
  • Pendapat
  • Cerita Aneh
instagram Email

Pangeran Kucing

Jurnal Harian dan Kata-kata Bualan

Untuk cerita yang baru saja dibuat paling sempurna diantara cerita lain
Teruntuk Pangeran Kucing yang sejatinya baik hati

Ada kalanya hingar bingar dalam pesta bukan lagi menjadi pelipur lara saat penat, tapi justru bising yang memekakkan telinga
Ada pula tawa bahak membahak justru merontokkan gigi gerigi
Tak ada yang benar-benar menyemai bunga
Bagiku, pesta dan tawa terbahak hanyalah sendau gurau sedetik dua detik. Tak lebih

Musim dingin masih menyelimuti
Daun masih kuncup, menyembunyikan diri di dalam pucuk ranting
Musim semi ada di suatu tempat
Pada bait yang setia menunggu di lantunkan. Di bawah pena diatas kertas

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Aku ingin merasakan anekdot jenaka mebuat tarian badut
Paragraf-paragraf romansa yang meluruhkan air mata
Sekumpulan bayangan putih dan hitam berjalan melayang di atas kalimat seram

Aku ingin berjingkat di tengah wangi kertas hangat yang baru di cetak
Mengajak tersenyum wanita-wanita yang terjebak di muka cover
Imaji-imaji penghebat elegi dan balada

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Aku masih ingin terus menulis meski tak punya pena
Aku masih ingin terus menulis meski tak punya papan
Aku masih ingin terus menulis meski tuts-tuts huruf mengeras
Aku masih ingin terus menulis meski hari ini mati lampu

Tapi apakah aku harus terus menulis saat tak ada satu kata pun sudi merelakan dirinya terjebak diantara bait dan paragrafku?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sepotong kisah dimulai dari sampan di atas pelabuhan kayu tua sederhana
Dayung membelah air memercikkan kedatangan kepada samudra
Wahai ombak yang tampan, maafkan sampan tua ini lancang membelah kegagahanmu

Dan bagimana sepotong kisah berlanjut?
Aku pun tak tahu pasti
Sebab keesokannya sampan kembali tanpa penghuni
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Di sepanjang jalan gelap ini
Kau adalah nyala terang lampu dan harapan
aku meneruskan jalan
Meyakinkan diri bahwa arahku benar

Dan sepanjang aku tak bersuara
Hanya tak ingin dua bunyi bertabrakan
Yang lain adalah suaramu
Menggema. Semakin keras

Kini banjir
Es yang dulu membeku kaku
Luluh oleh hangat
Aku tenggelam
Sesak nafas
Ditekan angan-angan dan khayalan
gila

Tak mungkin-Tak mungkin
Menjadi kebun-kebun indah bunga
Mustahil-Mustahil
Menjadi wangi-wangian harum

Kau mungkin tak mengerti kemana sajak ini bermuara
Aku pun juga
Karena isi hati juga tak terkira
Jangankan olehmu
Bahkan olehku sendiri
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Siang ini aku tidur diatas ratusan rumput
Menggelar khayalan pada kapas-kapas langit siang
Matahari memberiku ruang, ia bersembunyi
Langit teduh
Sepetak bumi tempatku membujur berwarna abu-abu terang

Aku memutuskan menikmati angkasa
Apa kabar mereka disana?
Rahasia-rahasia manusia
Rahasia milikku juga
Tentang masa depan
Tentang angan-angan
Tentang ketidakpastian
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sepertinya kau adalah nyawa yang tertukar dengan siput kecil warna putih di sawah
Kerdil bersembunyi dan dipermainkan bocah-bocah ingusan

Sepertinya kau adalah bonsai yang mampat tumbuh meski disengat matahari
Entah malu atau enggan mengangkat diri sendiri

Sepertinya kau adalah punggung yang membungkuk ditimpa beban berat hebat membebat
Tak merintih meski tulangnya melengkung perih

Atau mungkin aku yang terlalu menyayat namamu diantara prasangka ku
Membuatnya compang dan camping
Padahal kau telah berusaha mengangkat jiwamu untuk tetap mekar dan wangi
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kalau kau mengungkapkan alasanmu menulis puisi, aku juga

Aku menulis puisi karena ada ribuan semut di kepalaku me rong-rong mencari jalan keluar lewat pena dan menyusun dirinya diatas kertas putih oleh tinta hitam

Aku menulis puisi karena terkadang mereka menganggap aku membual sesuka hatiku, padahal aku hanya menyalin apa yang otak bisikkan lewat telingaku

Aku menulis puisi karena aku tak mampu menyelesaikan akhir kisah dalam novel ku. Aku juga membuat lubang besar antara awal dan akhir roman yang ku buat

Aku menulis puisi karena pagi ini hujan tak kunjung reda sementara pekerjaan rumahku telah selesai dan enggan basah pergi ke kampus

Aku menulis puisi karena nada-nada sendu lagu di radio menyeret ku pada kenangan lalu yang aku sangat rindukan

Aku menulis puisi karena kurasa aku hampir gila berbicara sendiri dengan udara juga tersenyum dan menangis

Aku menulis puisi karena ingin mendapat uang tapi urat nadiku malah berceloteh bahwa obsesi ego takkan pernah menang. Aku pun tertunduk menyesap anggukan

Aku menulis puisi karena kedua sahabatku hatinya galau. Aku pun juga

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Aku mendengar bising dari bumi yang mengelak jika aku bilang berisik
Disana aku lihat gelombang ombak bertengkar dengan angin ribut
Air mencuat berputar-putar entah mendamaikan atau girang mendukung
Tapi yang jelas ia betah disana
Dan yang tak terlihat, perut bumi
Mendidih dengan gelembung api yang meletup
Juga meretas seperti buih
Mereka dikocok oleh rotasi
Sekali di timur sekali di barat
Tak lupa utara dan selatan juga meributi
Hari ini dan sebelumnya juga mungkin sesudahnya bumi tetap akan gaduh luar biasa
Sementara langit gagah membentang menyaksikan dari atap semesta tertinggi

Kau langit
Aku bumi, dengan perasaanku yang gaduh sekali
Kami bukan hanya berbeda rasa, tapi juga terbentang jarak
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kemarin aku sempat tersesat di antariksa dan galaksi asing
Syair-syair mu datang
Mengantarku pada dunia baru yang sengaja kau berikan untukku
Rasanya semua benar
Rasanya semua tepat
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sebuah rumah berbentuk segiempat di tengah-tengah halaman luas
Perlahan aku perhatikan ada seorang perempuan datang
Ia mengetuk pintu berkali-kali
Lehernya melongok berulang kali pula ke kaca jendela
Juga berjinjit ke ventilasi yang tak terlalu tinggi
Tak kenal abai, ia terus menunggu
Di dalam rumah terdengar riuh
Seperti ada ribuan makhluk

Kelelawar hitam keluar dari ventilasi
Persatu dan kemudian banyak menyerbu
Seperti lapar menyantap daging
Mereka semburan air comberan berwarna hitam yang menyemburat dari lubang

Esoknya aku baru tahu rumah itu adalah hatiku yang selama ini aku amati sendiri
Di dalamnya ada ribuan prasangka, tapi sejatinya ada dua jenis
Kelelawar mengeluarkan pekikan jahat bernama prasangka buruk
Satu lagi, yang berteduh dan tak keluar adalah kupu-kupu
Ia membawa kepakan sayap yang syahdu bernama prasangka baik

Dan perempuan itu masih hidup
Ia terus menunggu di depan pintu
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Terbang dari puncak ke pucuk
Turun dari lembah ke jurang
Aku bertemu dengan tatapan mata besar
Tersenyum cokelat artinya manis

Naik perahu-perahu kecil di tengah samudra besar
Di bawahnya biru membentang
Sejauh mata memandang
Sejauh teriakan melantang

Dan aku bercakap pada ikan kecil yang bersembunyi
Justru camar dari balik bukit yang menimpali
Kura-kura di seberang pulau tak terima
Ia menghanyutkan diri melayang sejengkal di atas karang

Aku menari-nari
Aku menjejak di atas pasir
Aku bersendau gurau
Aku melingkar di tepi api unggun
Aku sedang bermimpi

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Percakapanku ini seperti serimbit suara hati
Yang kadang ku cegah didengar udara
Juga kadang ku halangi dari angin
Aku hanya percaya pada pena
Ia diam menjadi penyimpan perasaan terbaik
Ia juga setia bercerita kepadaku saja
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Roda-roda yang berputar pergi bermil-mil di atas aspal
Ia sombong membawa potongan kisahku berlari
Aku tak suka berucap selamat tinggal
Seolah kisahku akan terhenti lama
Atau tak kembali

Sebentar lagi rindu akan bergabung bersama kami
Aku juga enggan di datangi rindu
Dia mengoceh dari satu waktu ke waktu lain
Mengajak prasangka dan kata seandainya

Belajar dari ketiganya tempo dulu
Mereka liar
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Melihat dunia dengan lensa
Aku menyaksikan keringat dan tawa menjadi satu
Bagi mereka pagi atau senja sama saja

Pagi adalah cara menyambut matahari
Bukan meninggalkan bulan
Senja adalah cara menyambut bulan
Bukan meninggalkan matahari

Dan kau adalah caraku melihat dunia dengan lensa
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Aku membawa cerita pada cadas dan tandus
Nyatanya terlalu asik pada tuts
Melompat pada satu kotak ke kotak lainnya
Entahlah aku tak mendengarkan kicuan aktor-aktor
Ditipu oleh ambisi ku sendiri

Aku mabuk oleh selarik kalimat dalam kisah
Menantikannya sepanjang paragraf

Aku tak pernah syahdu seperti menulis syair
Aku tak pernah khusyu' seperti membaca ayat
Aku tak pernah patuh seperti menggores surat

Aku masuk dalam cerita
Tapi terus berlari di dalamnya






Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Mungkin aku tak tahu menahu tentang lagumu pada dunia
Atau kau yang sengaja menutupi dari kami semua
Kau menyembunyikan bunga mekar dari penciuman orang
Kau tahu itu sia-sia
Silih berganti waktu wanginya menyerbak
Melayang bersama angin
Memanjat ke dinding hidung

Atau kau mungkin menyembunyikan berlian
Di bawah terik matahari
Jelas itu bukan ide menarik kalau kau meminta saran dariku
Sebab kristalnya akan memencar ke seluruh mata langit
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kau hampir sempurna menjadikanku debu di matamu dan di mataku sendiri
Kau merealisasikan imaji buruk ku yang aku pikir itu sebatas imaji
Kau membuatku menimbun prasangka buruk yang diusahakan ku tikam setiap detik agar menyelamatkan mu dari emosi terpendam ku
Parahnya, aku yang menyelamatkanmu justru melukai harga diriku sendiri

Mungkin ada baiknya aku berkata begini pada diriku sendiri
Wahai kau yang dikirim Tuhan
Mungkin lewat engkau aku disadarkan bahwa tak pantas merendam diri dalam keraguan
Bahwa tak pantas memeluk penghianatan pada diri sendiri
Saatnya aku meretas mencari pengharapan
Mencari titah Tuhan yang mulia
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Pada mereka yang memberikan banyak kontribusi
Sedang kambing hanya duduk termangu di padang rumput
Pada mereka yang lagi-lagi berkontribusi
Sedang kambing berjalan diantara ilalang dengan kawan-kawannya

Kambing enggan memanggul kontribusi
Meski ia diseret dan keempat kakinya diikat
Meski hidungnya dicocok dan tali dibentangkan
Meski ladang nya dibakar dan ia tinggal bersama gersang

Karena kambing tau kemana ia dibawa
Ia tak mampu dipaksa berkontribusi dengan mereka
Berenang di tengah samudera
Kambing akan tenggelam
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sepasang lelaki dan wanita tua duduk di depan gubuk mereka
Memandangi senja yang kata mereka syahdu
Di tangan lelaki tua tongkat kayu yang tak lapuk dimakan waktu
Di tangan wanita tua serambit ujung syal berenda yang menjulur dari lehernya
Saat itu mereka mulai percaya bahwa manusia di sampingnya adalah patahan tulang rusuk yang hilang

Mereka diam seribu bahasa
Hanya semilir angin yang menderu
Memantul di sekitar daun telinga

Namun sesungguhnya wahai jiwa yang tak tahu menahu
Mereka sedang berbicara khusyu' dalam bahasa yang telah berhasil mereka cipta dengan segenap jiwa
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Hari ini aku berani berkata (lagi) tentang rindu
Pertemuan yang panjang disudahi tanpa perpisahan yang benar
Oh.. aku dicurangi oleh rasa rinduku sendiri
Tiba-tiba ia menelisik menempati sudut perasaan yang kosong

Jika suatu saat engkau melihatku diam-diam mencuri pandang
Sesungguhnya itu bukan aku
Aku hanya tak tahu kemana pandang harus diarahkan
Dan kamu orang yang tak sengaja
Tanpa sadar aku berkali-kali memutar leher ke arahmu

Aku telah menghardik rindu berkali-kali
Memeras hati membersihkan rindu yang bercecer
Namun tak ku undang
Sungguh aku tak mengundang

Jika suatu saat pula rindu berkata padamu
Bahwa tuannya adalah aku
Lagi-lagi jangan kau percaya
Dia berdusta padamu
Jika ada pengakuan bahwa aku menciptakannya untukmu
Bisa ku pastikan itu kesaksian palsu

Aku memang merindu
Tapi bukan padamu
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Wanita berwajah sendu itu duduk sendiri memeluk lutut
Ia berdialog dengan dirinya sendiri
Apakah orang bilang itu monolog?
Mereka mengira dia sendirian?
Tidak.
Ramai jiwa dalam jiwanya

Dunia kejam pada dirinya
Atau dirinya sendirilah yang kejam padanya
Pertanyaan ini terbolak balik seperti perdebatan penciptaan telur dan ayam
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Semua orang bicara tentang cinta yang diduga-duga
Aku mengira itu seperti kau yang bicara berapa kali sehari capung mengepakkan sayapnya
Mungkin seratus atau dua ratus atau dua ribu
Siapa tahu hari ini ia tak mengepakkan sayap sama sekali
Hari ini angin semilir beraturan
Capung hanya perlu melebarkan sayap dan memejamkan mata
Seolah ia naik pesawat
Sekali naik langsung sampai

Semua orang punya hak berkata tentang cinta
Ah... ini memang tak ada habisnya
Telah membumbung dan bergumul banyak di udara
Tak satupun dapat dibendung
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Berjalan padamu adalah selaksa rasa penuh percuma
Seperti menggenggam penuh pasir dan membawanya berlari
Yakin erat namun nyatanya berhamburan

Ada bau tanah yang disiram hujan
Seketika itu pula nama yang di simpan tiba-tiba muncul
Lalu membangunkan tuannya dari tidur panjang
Menyadarkan bahwa mimpi adalah sandiwara langit tentang cinta

Seyakin itu pula rindu mengungkapkan dirinya akan bertemu
Layaknya akar yang menembus cadas tanah mencari sumber air
Bagaimana jikalau ia pada padang pasir
Sementara oase tak mampu diraih karena gembur yang terlanjur
Dan terik yang menukik
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Lidahku kelu serasa bisul di hari terakhir
Semakin aku menjadi pujangga, aku tak tahu menahu soal bicara
Bagiku diam adalah keadaan paling berisik
Nyatanya manusia adalah makhluk tuli disibukkan dengan celotehan tak berarti
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Adalah seonggok kata-kata dalam bait
Cinta hanya ditemukan bila mana jantung berdebar pun dalam tenangnya biru air laut
Aku tak percaya dengan filosof hati dan perasaan
Bagiku yang benar hanya definisi ku sendiri
Sedang yang lain hanya prasangka yang ditata sedemikian diktat disusun vertikal berdasarkan indeks urut
Aku bertanya cinta kepada danau
Namun nyatanya ia hanya mengalirkan sampah dari selokan ke sungai besar
Dan takdir adalah antah berantah yang coba dimanipulasi pikiran picik manusia
Sedang sucinya hanya milik Tuhan semata

Tanya adalah tandaku tentang cinta dan kerumitannya
Sepasang muda mudi bersenandung di pinggir trotoar siang terik
Baginya sengatan adalah berkah langit
Bagiku cinta dangkal se tungkai burung dara yang menginjak dasar genangan air
Kau tau perasaanku likunya seperti kapiler darah
Bertumpu satu sama lain dan menyelip

Berat membebat
Cinta bagiku tak jauh dengan lontaran klise yang dijadikan alasan bagi manusia penuh maksiat
Mereka mengira adalah sabun cuci pembersih lemak kotoran tangan lalu mengalir ke pipa pembuangan bersama air
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Aku hanya duduk
Memantung pada satu arah
Aku baru tau
Bahkan hanya memandang adalah hal yang melelahkan
Berat hebat membebat

Ia hanya membelakangi
Hanya sekadar demikian
Dan aku selalu menatap
Selalu menatap yang membelakangi
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sekarang aku punya batas
Tak kokoh memang
Tak tinggi juga
Tapi cukup membuatku tak melangkah lebih jauh
Aku punya alasan untuk membantah
Aku juga punya alasan untuk mundur
Keduanya menarikku lembut tapi kuat
di hati

Aku gagap mengartikan kesempurnaan
Kau bukan peri atau malaikat
Yang punya bulu sayap genap
Dan hati berkilau mengkilat-kilat
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Wahai ada kebun
Yang banyak kupu-kupu, capung, lebah, dan kumbang
Yang banyak bunga, rumput hijau rapih terpangkas, embun menempel di ujung-ujung daun
Duhai indah sekali

Dan ada kebun
Tanpa makhluk
Serangga atau kumbang
Entah kebun itu gersang
Penuh debu dan onar kusam

Tapi aku tak percaya
Tak ada kebun penuh jelaga
Yang ada hanya pemilik yang ogah memandang indah
Matanya tertutup kabut prasangka
Dan entah...
Mungkin hatinya
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Logika dan cinta adalah persandingan wajib layaknya ikan kecil dan terumbu karang
Aku benci melihat perempuan yang menjadi lemah diperdaya cinta yang mereka reka-reka sendiri
Oh betapa banyak hal lain yang bisa dilakukan sekadar meratapi cinta yang kokohnya tak lebih dari seutas benang rapuh
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ratu kumbang adalah yang paling merana
Diantara spesies terbang kebun lainnya
Ratu lebah, ratu capung, ratu kupu-kupu
Dan kau hanya ratu kumbang
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ketika seorang pergi
Ia akan membawa janji
Juga menerima janji

Sekuat tenaga siang malam memenuhi janji dalam kepergian
Memeras keringat
Mengucurkan darah

Ketika kembali
Ia menggenggam sekantung janji yang pernah diucapkan
Tapi nyatanya
Ia tak mendapat janji sebaliknya
Ditinggalkan
Dibiarkan sendiri
Dimakan sepi
Dimakan kering
Habis sudah
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Awal pertemuan kita

Layaknya aku berjalan-jalan
Berangkat dari rumah
Membuka pagar
Melewati hutan
Berlanjut pantai
Menaiki gunung
Mencium bau belerang di pinggir kawah
Menyeberang danau
Menyelami laut
Namun pada akhirnya aku kembali lagi ke rumah

Aku telah punya peta
Aku tau perjalanannya
Aku tau akhirnya

Kali ini aku bak cenayang
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Sayangnya, ada satu bintang yang kini perlahan menjauh
Aku tak tahu apakah ia menuju lubang hitam atau dinding semesta
Yang aku tau itu adalah bintang yang paling besar

Saat masih dalam gemggamanku, bintang itu berpendar cerah
Apinya disulut oleh nasehat sahabat
Malangnya, sahabat itu pergi. Entah rupanya, lakunya, maupun sekadar kata katanya
Aku memohon
Tapi nampaknya sia sialah anak kecil yang berlari lari sejengkal mengejar truk besar

Bintang yang hilang
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ia berkeliling memyentuh bunga bermahkota merah muda ada pula merah menyala
Ia berjinjit di atas jembatan yang menggantung dengan rumbai tali emas
Sesekali bergemerincing karena engselnya saling bertautan
Ujung rambutnya bergelombang disentuh semilir angin dari arah air yang bergemiricik mengalir

Adapun, pangeran kucing datang dari seberang
Langkahnya lebar
Matanya menatap bak elang
Pangeran kucing takut jika belum sempat ia sampai dihadapannya, lantas tiba tiba dan seketika manusia dihadapannya itu menghilang
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ada kalanya ikan kecil berlarian kesana kemari
Bermain dengan kura-kura
Menyapa sinar matahari di permukaan
Namun ada kalanya ia berdiam diri
Diselimuti anemon yang lembut dan terumbu karang yang keras

Ada kalanya matahari benderang bulat sempurna
Ada kalanya ia tertutup awan warna abu-abu
Namun ada kalanya ia harus benar-benar menarik diri
Menggantikan dirinya dengan bintang-bintang yang disiram kuah hitam
Orang menyebut itu "malam"

Pun ada kalanya aku
Berlarian di bawah sengat matahari
Bersembunyi di terumbu karang
Atau berada di tengah malam
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Aku tak suka pada senja
Semua orang me magiskan oranye senja
Seperti bohlam raksasa yang lupa dimatikan

Kau suka senja
Bagimu oranye ini adalah hasil pertemuan singkat siang dan malam

Aku tak suka genangan air hujan
Ia hanya menghalangi tapak kaki
Memisahkan kaus kaki dan sepatu esok hari

Kau suka genangan air
Bagimu ia adalah pertemuan singkat tetes hujan dengan permukaan bumi
Sebelum hilang berlari menempati siklus air selanjutnya

Tapi aku dan kau suka daun hijau yang masih menggulung
Lilin-lilin mengkilat cantik menghias permukaannya
Dan harapan-harapan mulai ditebak di balik kehadiran pertamanya di bumi
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Seseorang dari balik punggung Gendhis muncul. Kedatangannya mengejutkan dengan dahi berkerut dan air muka yang terkejut. "Maafkan aku." Dia berkata lirih. Sunyi. Ketiganya sunyi. Nayla dan laki-laki itu punya alasan untuk diam. Tapi aku tak punya alasan untuk tetap berada dalam sepi ini. Lebih tepatnya berada diantara ketiganya.

"Tak apa. Ini bukan sesuatu yang penting untuk kau ajukan kata maaf."

"Aku lega. Sedikit banyak kau tahu isi hatiku."

"Menurutmu aku memang seharusnya keluar dari pintu samping?"

"Iya. Secepatnya. Sebelum kau terluka banyak."

"Kau membuat luka itu semakin menganga."

"Lalu apa yang harus aku lakukan?"

"Baiklah aku akan mundur."

"Bagus."

Nayla melangkah menjauh. Aku melihat bahunya sedikit terguncang. Tapi laki-laki di hadapanku tampaknya tak memperhatikan.

-to be continue-
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Semuanya akan menjadi lebih baik jika huruf-huruf ini yang berbicara
Bukan lidah dan mulut yang penuh keluh dan dosa
Huruf-huruf yang akan menjadi kawan
Saat terik, mendung, purnama, gerhana, gelap, dingin, dan hujan
Mereka memeluk erat-erat, memberi hangat

Jika kau tak punya seseorang yang cukup bijak menasehati
Bukankah lebih baik bait-bait ini
Pelipur hati

Akan ku gulung sungai
Ku tiup angin matahari
Ku genggam petir
Aku melakukannya dalam kalimat ini
Dimana kau bebas terbang
Bersama impianmu
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
“Aku adalah bayang-bayang orang lain. Kau memang tersenyum padaku. Tapi senyum samar dan semu. Sedang aku menganggapnya tak lain bahwa itulah kau. Kau dengan cinta namun dibungkus dingin. Tapi itu cinta. Seharusnya cinta.” 

“Aku hanya perlu mundur perlahan, Fir. Aku hanya perlu keluar dari pintu samping"

-to be continue-
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Di bawah pendar lampu jalan, aku bertanya padanya. Tentang apa yang membuatnya pasi seperti ini. Dia rintih menjawab seperti berbisik, “Aku takut ketika suhu badannya tinggi dan menggigil. Dan dia memulai halusinasinya. Benar juga. Berkali-kali dia menyebut nama orang lain. Tapi memegang tanganku. Aku tak pernah merasa ketulusan seperti ini sebelumnya. Dia menyebut nama perempuan itu berkali-kali. Sampai air mata menitik jatuh satu butir di keningnya. Aku tak berusaha menghapusnnya. Karena aku sibuk menghapus air mataku yang lebih deras.”

-to be continue-
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Aku tak mampu menyebutkan namanya
Tapi pernahkah kau melihat awan menjadi lebih biru
Seperti laut di atas kepalamu
Atau bulan yang terlihat jelas menjadi emas
Bukan lagi magis tapi pendar menawan

Aku tak mampu menyebutkan namanya
Tapi aku takut kalian salah kira
Jadi akan ku sebutkan
Jika saatnya telah tiba
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Pecahkan saja gelasnya
Pecahkan kaca
Pecahkan keramik
Bisingkan lantai

Semuanya akan meng amarah
Tak lagi ramah....
.....tapi marah

#kata pertama adalah kutipan puisi AADC
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Aku berlari menembus abu abu
Naik ke mesin waktu
Aku rindu saat ibu memberi air putih dalam gelas plastik
Walau hanya seperempat isinya
Dahagaku ajaibnya dengan mudah sirna

Aku masih ingat bau sabun cuci yang masih menempel di dinding gelas
Aku masih ingat ketika ibu menyeka ceceran air di mulutku dengan ujung bajunya yang wangi
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Dia mengira dia adalah singa bersurai emas
Yang pantas mengaum di lebat rimba
Curam bukit
Lava merapi merah menganga 
Dia mendeklarasikan bahwa dirinyalah citah berlari kencang
Menembus ilalang
Lompat diantara tebing

Ia berjalan mendekati danau
Menghela nafas
Menengguk air
Memandang tenang permukaan air
Duhai betapa kecewanya
Yang ditatap nyatanya wajah itik buruk rupa
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ada ribuan huruf yang telah menari di atas jemariku
Atau jemariku yang menari di atas mereka
Aku menempatkannya pada panggung yang hebat
Dengan kerlap kerlip cahaya
Dan musik yang mengalun syahdu
Mereka menapakkan kaki kaki mereka rapat
Mulai menari indah laksana angsa yang membelah danau
Dan singa yang menanjak tebing

Kami berlatih setiap hari
Entah hujan
Entah guntur
Entau badai
Kami tetap menari

Naas, saat yang ditunggu tiba tiba porak dan poranda
Huruf huruf itu keluar dari pintu samping
Mereka hanya pemeran sampingan
Bukan pemeran utama
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Merindupun ia tak berani
Ada selaksa rasa yang ia bungkam 
Tenggelam di dasar hati
Meringkuk bungkuk

Ada perasaan yang saling berdebat
"Rindu tak disuarakan hanya oleh mereka mereka yang meragu"
"Lantas apa yang terjadi dengan rindu bila ia disuakan?"
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Kalau ada pundak bersandar, itu pundakku kawan
Bagilah keluh dan kesah itu bersamaku
Kau pasti tahu bagaimana Musa meminta Harun menjadi pendamping dakwahnya
Dan kau memintaku meneguhkan mu pula di jalan ini
Aku tahu langit tak selamanya biru
Kadang pula hitam bahkan petir dan guntur
Mengantarkan topan yang berputar turun ke bumi

 
Aku tahu kita sekarang sedang berada di jalan panjang
Pada titik dimana tak ingin kembali namun tak juga menemui ujung
Mungkin tungkai ini telah perih menahan tapak yang berkerikil bergerigi
Tapi tengoklah ke samping, kau akan melihat aku tersenyum
Penuh harapan dan kepercayaan bahwa ridhoNya lah yang memanggil kita
Merambat ke tangan, lutut, dan mengobati luka di kaki
Kau tak perlu takut berjalan sendiri
Muhammad pun tak sendiri di gua pada genting Quraisy berambisi membunuh
Abu Bakar dengan titah Tuhannya menjaga RosulNya yang tercinta
Dan gelap adalah caramu melihatku, kawan
Saat yang lain sibuk meraba untuk dirinya sendiri
Aku akan menuntunmu, mengeratkan jemari menuju benderang
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
“Apakah aku tak berhak atas mustajab do’a?
Saat semuanya berteriak girang atas harapannya kemarin
Tiba-tiba secepat kilat turun dari langit ke bumi
Aku telah berwindu-windu lama sekali
Tapi tak satupun ujungnya menyentuh bumi
Aku berurai air mata mengharap seiba-ibanya dan menghinakan diri
Sampai detik ini hanya udara hampa yang keluar masuk mulut dan hidung
Hingga kering tenggorokan
Hingga gersang kerongkongan”

Duhai,
Berapa lama Zakaria meminta kepada Tuhannya seorang keturunan dari mereka?
Bukan sewindu dua windu
Do’a yang beruntai memanjang ia panjatkan
Menanam prasangka baik yang dihamparkan ke luas hati

Dan aku akan menyatakan padamu, kawan
Bagaimana Dia Yang Maha Penyayang sungguh masih merindukan ratapan dan tangisanmu di sepertiga malam
Bagaimana Dia Yang Maha Kaya menahan segala yang kau minta semata agar setiap hari kau tetap sembahyang Duha
Ya, Dia yang berada di atas ‘arsy mengumpulkan butiran air matamu hingga kelak pasti menukarnya lebih dari yang kau pinta  
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Tentang Saya

Penulis yang suka main kata-kata. Cek juga hasil pikiran otak kiri saya di linisehat.com

Follow Us

  • instagram
  • Google+
  • youtube

Categories

  • Cerita Aneh (8)
  • Fiksi (5)
  • Pendapat (26)
  • Puisi (8)

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2023 (3)
    • ►  Juni 2023 (1)
    • ►  April 2023 (1)
    • ►  Maret 2023 (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (2)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  April 2021 (2)
    • ►  Maret 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (1)
  • ►  2020 (30)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (6)
    • ►  Juli 2020 (9)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (5)
  • ►  2019 (19)
    • ►  November 2019 (3)
    • ►  September 2019 (2)
    • ►  Agustus 2019 (3)
    • ►  Juni 2019 (5)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (29)
    • ►  Desember 2018 (3)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (6)
    • ►  September 2018 (4)
    • ►  Agustus 2018 (6)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (4)
  • ►  2017 (44)
    • ►  Desember 2017 (10)
    • ►  November 2017 (1)
    • ►  Oktober 2017 (6)
    • ►  April 2017 (2)
    • ►  Maret 2017 (8)
    • ►  Februari 2017 (7)
    • ►  Januari 2017 (10)
  • ▼  2016 (49)
    • ▼  Desember 2016 (1)
      • Bait musim semi
    • ►  Oktober 2016 (3)
      • Balada Rindu pada Bait
      • Stuck
      • Sepotong
    • ►  Agustus 2016 (3)
      • Tak Terkira
      • Ketidakpastian
      • Bungkuk
    • ►  Juli 2016 (13)
      • Aku Menulis Puisi
      • Langit dan Bumi
      • Tepat
      • Prasangka Buruk
      • Bebas
      • Pena
      • Pergi
      • Lensa
      • Sepenggal Kisah
      • Wangi Bunga
      • Turun
      • Kambing
      • Cinta Sejati
    • ►  Juni 2016 (1)
      • Mendung Tak Selamanya Turun Hujan
    • ►  Mei 2016 (10)
      • Sendu
      • Capung
      • Halusinasi
      • Bisu
      • Adalah Itu Cinta
      • Belakang
      • Gagal Sempurna
      • Kebun
      • Logika
      • Ratu Kumbang
    • ►  April 2016 (5)
      • Kering
      • Cenayang
      • Raib
      • Pangeran Kucing
      • Malam
    • ►  Maret 2016 (11)
      • Harapan Muda
      • Seperempat Hati part III
      • Bait
      • Seperempat Hati part II
      • Seperempat Hati
      • Anda
      • Bebat
      • Seperempat Gelas
      • Itik Buruk Rupa
      • Pemeran Sampingan
      • Rindu yang Kerdil
    • ►  Februari 2016 (2)
      • Senandung Kawan Yang Dirindukan
      • Perbincangan Kawan
  • ►  2015 (19)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (5)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (1)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  Juli 2014 (1)

Created with by ThemeXpose