• Home
  • About
  • Puisi
  • Pendapat
  • Cerita Aneh
instagram Email

Pangeran Kucing

Jurnal Harian dan Kata-kata Bualan

Planta, Árbol, Naturaleza, Línea Arte, Diluvio, Cráneo

Mengapa badainya tak kunjung selesai? 

Senjata mulia yang hanya diperuntukkan bagi Raja dan kaum bangsawannya. Terlarang bagi kaum Sudra dan rakyat jelata lainnya. Jikalau saya hidup berabad-abad silam dari zaman -tiktok- ini, maka alangkah suatu kemustahilan pun hanya memandang keris keluar dari sandangan, apalagi menyentuhnya. Asumsi: jenis golongan kaum saya saat ini dan waktu yang lalu tak jauh beda. Eh, siapa tahu bisa jadi dahulu  saya anak raja atau elit istana. 

Keris yang dikenal sakti bukan semata-mata didapatkan dari besi rongsokan atau sembarangan hasil penggalan logam tua. Bayangkan, bahannya diramu dari besi pilihan terbaik bahkan desas-desusnya berasal dari besi meteor yang sering dilihat di langit lalu jatuh ke tanah bumi. Pande bilang, tak heran jika corak dan liuknya menawan, seetiap detilnya magis. Konon, ketika kau panggil tuan pemilik senjata hunus lainnya, sebut saja samurai dan pedang, tak akan bisa menyamai kekuatan keris dengan segala kemasyhurannya. 

Mari belajar dari keris

Tentang hantaman palu godam yang bertalu-talu dan jilatan api yang membara. Tumpukan batang besi sebanyak delapanpuluh keping itu dimampatkan menjadi satu lapis berliuk-liuk ganjil. Bukan sehari dua hari para pande mengerahkan bisepnya tapi berbulan-bulan, adapula yang hampir genap satu tahun. Terus dipukul, diperapikan suhu tinggi, dipukul lagi, panaskan lagi, ditambah keping besinya, dipanggang, dihantam lagi, begitu seterusnya sampai lahir sebuah keris yang indah.

Kau bukan keris begitu juga saya. Tapi seperti orang belajar dari sebuah tong yang nyaring bunyinya dan sekumpulan air yang jika beriak maka tandanya tak dalam, rasanya sah-sah saja jika mengambil intisari keris untuk melecut usaha kau yang tak seberapa, padahal ingin menjadi lebih dari apa-apa. Badai masalah yang saat ini melilit badan dan tulang bisa jadi bentuk godam. Juga dunia yang tak nyaman sekarang merupakan sebuah tungku perapian yang membakar.

Terus jalan, sebentar lagi kau akan jadi keris. Bertahanlah. 

Tercetuslah ide tulisan ini setelah menyaksikan video Pandji dengan segala bentuk optimismenya. 




Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Cuento De Hadas, Noche, Pintura, Niña, Insectos, Sueño
Pada salah satu malam yang murung.

Kalau tak bisa mendatangkan dia dalam kehidupan nyata, setidaknya hal yang membuat bahagia adalah mengumpulkan bayangannya ke dalam imaji. Menyusun tabiat aselinya ditambah hal-hal menyenangkan lain yang ingin dilihat. Misalnya, saya tak suka cara dia berfirasat lalu ubah-ubah menjadi manusia yang punya standar peka biasa saja. Saya suka matanya yang teduh dan menenangkan, lalu biarkan demikian sebab matanya mengundang pandang dalam-dalam. Sampai hanyut sejauh ini menyeret saya dalam khayalan berhari-hari.

Dengan senang hati dia menemani duduk di salah satu bangku taman di depan patung penguin raksasa bermata besar melihat ke arah kami. Saya bercerita tentang hari panjang melelahkan, kantung mata yang semakin cembung, kopi hitam yang bikin susah tidur, sampai caranya menabung agar bisa membeli rumah. Tapi dia bilang, tak usah. Biar urusan tempat tinggal dipikul tanggung jawab di atas pundaknya. Urat-urat warna biru di tangan saya sudah membengkak bekerja telalu padat seperti selang yang bantat.  

Patung penguin raksasa bermata hitam memandangi bangku taman yang kosong. 

Hari ini tanggal seratusempat. Dia memberi hadiah biji bunga mawar yang keriput karena dibungkus dalam kotak yang dikirim tukang barang lama sekali. Terkoyak-koyak saat menumpang di mobil dan dibanting saat diambil tapi tidak apa-apa langsung saya tanam di pekarangan depan. Dulunya itu tanah lapang yang sering dipakai bocah laki-laki main sepak bola. Senang saya punya alasan agar mereka tak lagi kesana -kelak ketika pohon mawar melangit- membuat debu-debu terbang dan mengotori kaca rumah berwarna bening, saya harus mengelap setiap hari sambil tetap memikirkan dia. 

Tanggal limaratusempat bocah laki-laki masih rutin main bola di pekarangan.

Saya punya inisiatif menghanyutkan diri ke sungai berarus deras. Ingin buktikan saja seberapa besar dia cinta, apakah pengorbannya sama seperti Romeo kepada Juliet atau Rahwana kepada Sinta. Kata-kata manisnya suka saya rekam rapih dan dihias pita. Kalau sewaktu-waktu rindu nanti bisa dibuka untuk mengenang. Prasangka semakin beranakpinak di dalam kepala dan terus subur. Saya tenggelamkan seluruh tubuh dengan gembira sambil menghitung detik, jam, setengah hari, seluruh hari, raib. Naiklah nyawa ke langit. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Rana, Jardín, La Naturaleza, Figura, Decoración, Deco

Katak suka bingung geleng-geleng kepala kalau sudah malam tak ada orang. 

Saat katak berkelana melompati tanah-tanah dan berenang membelah gelombang. Manakah yang lebih nikmat dan menentramkan hati. Tidakkah lebih baik memilih menetap di salah satunya. Malu dilihat tetangga, apa nanti kata mereka. Sebentar-sebentar tenggelam, lalu besoknya sudah asyik ke daratan mental-mental kegirangan. 

Tanpa dimintai pendapat, sahabat dekatnya, siput yang lamban tapi suka pamer berkata: bukankah lebih enak seperti aku yang setia membawa rumah kemana-mana, tinggal sembunyi kalau hujan, merunduk kalau panas. Kau mau? Aku coba carikan ke rekan-rekan yang sudah mati. 

Ding dong.

Apa bedanya dengan ia yang suka berlanglang buana di dua kota. Naik kereta api yang makan jam lebih dari satuperdua hari. Tapi terus saja dilakoni setiap enam bulan sekali. Melewati kota metropolitan, kampung padat penduduk, sawah bekas panen, aroma kulit padi yang terbakar, lalu pelukan orang yang disayang. 

Bagaimana bisa harus meninggalkan salah satunya sebab setiap sudut kota -yang akan tak lagi dihuni- berbicara tentang kisah masing-masing. Dan hujan yang sudah meresap ke dalam tanah hidup lagi menyampaikan kesaksian, bahwa pernah ada manuisa disini pagi-pagi sekali pusing tujuh keliling mencetak lembaran tugas mahasiswa, lari-lari karena sudah sering malu terlambat, melewati lorong-lorong orang yang sama terburu-burunya.

Juga tak pernah lupa tentang bagaimana menyenangkan berkenalan dengan banyak kepala, isi pikirannya, dan (hal yang harus dibungkam agar tak diketahui).

Jadi, katak pilih hidup dimana?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Mengapa setiap hari harus berkirim surat? 

Semua orang tahu tukang pos yang suka pakai jaket warna oranye tak akan lagi datang membuka kotak surat karatan kau di depan rumah. Sebaiknya ambil cangkul dan kikis tanah pekarangan kau dalam-dalam. Cabut batang kayu kotak suratnya lalu lempar ke tempat sampah besar di ujung jalan. Berdoalah semoga banjir datang -tapi minta agar rumah kau dikecualikan- dan menghanyutkannya. Supaya tak lagi kau ingat-ingat betapa lelah menyampaikan pesan dalam surat.

Mengapa setiap hari harus berkirim surat?

Kau tulis dengan halus dan penuh kasih sayang nama penerima di kepala surat. Berharap ia bisa membaca dengan penuh penghormatan kepada kau yang tulus menulisnya. Hurufnya tegak bersambung karena namanya diharapkan mampu menautkan urat hidup kau sekarang. Dan berterimakasihlah kepada guru Sekolah Dasar yang berbaik hati mengajarkannya juga memberi kau nilai-nilai bagus. Meskipun sekarang kau sadar, apa guna nilai kalau surat-surat kau tak sampai?

Mengapa setiap hari harus berkirim surat?

Puja dan puji dihantarkan seperti sanjungan untuk kepala, sultan, dan para raja di tempat. Doa masih terus dipanjatkan ke langit karena kau manusia yang masih ingat Tuhan. Kau juga tak lupa meminta merpati yang baik agar bisa diandalkan mengantar surat kau berjumlah ratusan lembar. Mestinya sudah kau tulis satu buah buku dan jual ke pedagang eceran (pedagang besar jelas tidak peduli, jangan berhalusisnasi). 

Perut saya bergetar-getar menahan tawa, sampai kapan kau terus berkirim surat? 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Cappuccino cangkir kuning  

Momen yang menyenangkan itu bernama, menepi, di pojok tempat kopi. Meskipun di depan ada lembaran skripsi yang meminta haknya untuk segera diluluskan, tapi cangkir kuning -berisi mungkin 200 mL kopi, susu, dan krim- ini  adalah teman baik, selain kawan yang mengajak saya berkunjung kesini.

Di depan meja ada akuarium raksasa berisi manusia lengkap dengan tumbuhan-tumbuhan pendukungnya. Saya menyaksikan bibir yang komat kamit tanpa suara. Mereka duduk menikmati secangkir kopi miliknya sambil membicarakan bisnis, mengerjakan tugas kuliah, atau sekadar curhat. Ada beberapa pula yang mulutnya penuh asap. 

Sama seperti kedai kopi lain, musik membersamai pengunjung menikmati cangkir mereka. Dan saya masih ingat salah satunya, Memories-Maroon 5. 

Lemon Tea rasa asam

Terimakasih telah menjadi kedai kopi yang tak curang, minuman ini benar lemon yang asam. Ah, tapi ternyata saya yang curang. Harusnya tulisan ini hanya berisi Kompilasi Kopi Skripsi. Tunggu dengar dulu, minuman ini pantas diakui kemasyhurannya karena tak lain tak bukan, favorit mahasiswa, aman di kantong, nyaman di dompet: murah. Jadi alangkah baiknya ia diberikan panggung juga. 

Saya takkan sebutkan berapa nominal harga, kau bisa cari tempat jualnya dimana kawan saya yang lain  sering minta dijemput bapaknya sehabis pulang kuliah.

Double Espresso tanpa gula

Entah ada angin apa, saya memesan secangkir kecil Double Espresso bonus segelas air putih dan satu sachet gula - yang tak dipakai -. Mungkin ini Double Espresso pertama dan terakhir yang saya pesan sebab kapok karena pahitnya sampai ulu hati ternyata. Malamnya, lambung mengirim pesan ke otak agar tak boleh tidur semalaman. Alhasil, kompromi mereka berhasil. Saya terjaga sambil terus merutuki kenapa sampai bisa pesan kopi jenis ini. Esok hari saya keluar kamar persis seperti zombos (red: zombie).

Tapi ini bukan kopi jahat, mungkin syaraf kantuk saya yang terlalu terbawa perasaan. Lain kali, kau bisa mencobanya untuk menghadapi malam yang panjang saat mengerjakan tugas, begadang nonton bola, atau maraton nonton Netflix dan drama korea.

Vanilla Regal samping kosan

Kedai kopi yang menyenangkan hanya selemparan batu dari kosan. Kalau Bogor hujan dan saya malas keluar, tempat ini jadi pilihan terakhir yang tak pernah membosankan. Regalnya selalu saya tunggui sampai melunak persis seperti kebiasaan masa kecil yang doyan mencelupkan biskuit macam oreo atau regal begini ke dalam air putih bening, kalau tak beruntung mendapatkan susu. Selain itu, saya juga mengasihani gigi yang kaget akibat ekspektasi lembut vanila yang dipatahkan oleh kering regal jika tak ditenggelamkan lama.

Tempat duduk dengan sandaran punggung adalah incaran favorit yang jarang didapatkan sebab anak muda suka sekali nongkrong di sini dan tambah ramai kalau jam sudah dipukul oleh 9. 

Kopi Saya lupa namanya

Namanya benar-benar lupa. Tapi yang menarik bahwa saya tak menipu saat bilang ini Kompilasi Kopi Skripsi. Setidaknya, itu di dalam layar laptop -lama yang sangat dicintai dan kini sudah mati- ada kotak tabel analisis hasil penelitian yang rumit sampai harus diulangi pengambilan datanya sebanyak dua kali.Esoknya, saya kembali dengan tanda tanya ke dalam laboratorium lalu bertemu dan tukar sapa lagi dengan asam, titrasi, kertas lemak, dan teman-temannya.

Skripsi saat itu meminta banyak waktu dalam hidup yang terkadang disesali kenapa bisa lama sekali, tapi kadang juga diwajarkan sebab siapa suruh saya pilih produk inovasi, preliminari, yang sumbernya saja masih minim sekali.

Bagaimanapun juga pada akhirnya, seperti bayi, saya mengasih sayangi produk hasil skripsi yang sudah ditunggu kelahirannya sejak lama. 

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Soap Bubble, Colorful, Ball, Soapy Water
 Twit Aan Mansyur, "Kemarin saya baca twit, kira-kira bilang: ini bukan Agustus, ini masih Maret, tanggal 150 sekian." 

Iya, masih maret. Saya baru selesai sidang. 

Seperti dibonceng Bapak di bagian motor depan. Mulut saya menganga. Semua angin masuk, perut kembung. Sudah 4 bulan saya masuk angin. 

Bulan yang panjang,  meskipun malam ini bulan purnama tak bersegi dan bulat. Warnanya keemasan. Saya selalu menyebutnya benda magis, antara ada dan tiada. Apakah pernah kau berpikir bahwa bulan mungkin hasil konspirasi dari kehampaan langit dan pekat yang berlebihan. 

Kembali lagi: 4 bulan yang panjang. Keluar dari rutinitas kampus harian, hibernasi bermusim-musim. Teman-teman hanya sebatas huruf-huruf dan suara singkat di dunia maya. Virus corona yang datang gantian di dunia nyata (corona selalu jadi kambing hitam). 

Seperti masuk angin, usus saya menyerap benda tak bergizi. Lalu harus makan apa? 


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Tentang Saya

Penulis yang suka main kata-kata. Cek juga hasil pikiran otak kiri saya di linisehat.com

Follow Us

  • instagram
  • Google+
  • youtube

Categories

  • Cerita Aneh (8)
  • Fiksi (5)
  • Pendapat (26)
  • Puisi (8)

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2023 (3)
    • ►  Juni 2023 (1)
    • ►  April 2023 (1)
    • ►  Maret 2023 (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (2)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  April 2021 (2)
    • ►  Maret 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (1)
  • ▼  2020 (30)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ▼  Agustus 2020 (6)
      • Keris
      • Ini Cerita Pendek Disingkat Cerpen
      • Katak yang Bingung
      • Sebuah Cerita Mini Zaman Dahulu
      • Kompilasi Kopi Skripsi
      • Masuk Angin
    • ►  Juli 2020 (9)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (5)
  • ►  2019 (19)
    • ►  November 2019 (3)
    • ►  September 2019 (2)
    • ►  Agustus 2019 (3)
    • ►  Juni 2019 (5)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (29)
    • ►  Desember 2018 (3)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (6)
    • ►  September 2018 (4)
    • ►  Agustus 2018 (6)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (4)
  • ►  2017 (44)
    • ►  Desember 2017 (10)
    • ►  November 2017 (1)
    • ►  Oktober 2017 (6)
    • ►  April 2017 (2)
    • ►  Maret 2017 (8)
    • ►  Februari 2017 (7)
    • ►  Januari 2017 (10)
  • ►  2016 (49)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (3)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (13)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (10)
    • ►  April 2016 (5)
    • ►  Maret 2016 (11)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (19)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (5)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (1)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  Juli 2014 (1)

Created with by ThemeXpose