Salah Perhitungan

Board, School, Count, Pay, Two, Three, Four, Five, Six
Berhitung seharusnya menjadi kebiasaan wajar seperti bernafas, berbicara, menguap, mengantuk. Saat tes masuk sekolah dasar di dalam ruang kelas, waktu lampau. Gugup rasanya ketika dihadapkan pada bentukan bulat penuh, garis tegak, seperti bebek, gelombang berdiri, kursi terbalik, huruf S tegas, huruf G lembek, atap rumah, lingkaran tanpa putus, dan huruf G kecil halus. Tapi syukurlah lulus, dan tersampaikan keinginannya duduk di bangku yang lebih mandiri, seterusnya sampai besar.

Mungkin lupa, semoga niatan waktu itu tak hanya prasyarat formal belaka supaya dianggap menjadi manusia terdidik. Tapi nyatanya berhitung sudah dilupakan, bahwa seharusnya dibawa sampai nanti tua dalam mengambil keputusan, bertahan hidup. Berhitung memastikan agar tak berhutang. Semoga tak banyak yang lupa.

Berhitung bukan membawa manusia ke dalam kotak penuh aturan, diikat seperti tahanan penjahat, hanya bola matanya yang berwarna hitam yang bisa menggelinding kesana kemari. Berhitung juga bukan menenggelamkan ke dalam kolam penuh air, tangkai kaki kau diikat dengan bola batu berat, sampai pada dasar. Berhitung justru memberi batas agar tak menyusahkan kotak orang lain dan memastikan agar tak sentuh kolam hingga tenggelam. 

Takut berhitung, karena sejatinya berada pada titik yang tak sesuai harapan. Bahwa memang masalah yang ada di dalam tempurung kepala, hidup kau masih penuh dengan delusi. Turun ke bumi, landaskan kedua belah kaki, rasakan sedang berada dimana, menapaklah dengan segera. 

Kau boleh berangan, seperti aku yang suka menulis khayalan cerita fiksi dan puisi -yang tak banyak orang menikmati- tapi kau tahu dalam ceritaku aku juga berhitung, menentukan ritme cerita, panjang paragraf. Jangan salah. 

You May Also Like

0 comments