Cermin dan Lensa Kamera

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, nampaknya harus menjadi sila seluruh umat manusia. Mari kita berbilang, jika kecantikan punya standar kiblatnya, maka kasihanilah mereka yang berjerawat, berbekas luka tubuh dimana-mana, gendut, berambut keriting. Kasihanilah mereka karena harus menundukkan pandang menyembunyikan keberadaan atau memakai perias wajah tebal-tebal meski tak suka.
Masih lekat dalam ingatan, artis Tara Basro yang memotret tubuhnya yang menurut dunia tak sesuai standar. Lekuk perut yang berlipat, antonim dari hashtag tubuh idaman. Salah satu jalan pengakuan untuk kebanyakan orang, akuilah tubuh di depan cermin dan lensa kamera, apapun bentuknya tak masalah. Harusnya tak ada lagi standar kecantikan mutlak. Setiap orang bebas menentukan aturannya sendiri, bukan?
Di tempat yang mungkin tak pernah kau dengar pelafalannya, Fiji. Kecantikan membelot dari standar dunia. Mereka yang memunyai tubuh gemuk dan kulit kecoklatan mendapatkan pujian cantik. Atau pengakuan warna eksotis dari bule untuk perempuan Indonesia yang dianggap lebih menarik. Ah, akan dilihat banyak ragamnya. Jadi siapa sekarang yang berhak menentukan standar selain diri kita sendiri?
Paras memang jadi bagian yang dipikirkan, tapi bukan untuk dipusingkan atau dibandingkan. Jika demikian, maka tak akan habisnya sampai berabad-abad kemudian. Jangan berdebat dengan pemikiran yang tak pernah bisa punya acuan. Kau adalah tuannya sekarang.
0 comments