• Home
  • About
  • Puisi
  • Pendapat
  • Cerita Aneh
instagram Email

Pangeran Kucing

Jurnal Harian dan Kata-kata Bualan

Board, School, Count, Pay, Two, Three, Four, Five, Six
Berhitung seharusnya menjadi kebiasaan wajar seperti bernafas, berbicara, menguap, mengantuk. Saat tes masuk sekolah dasar di dalam ruang kelas, waktu lampau. Gugup rasanya ketika dihadapkan pada bentukan bulat penuh, garis tegak, seperti bebek, gelombang berdiri, kursi terbalik, huruf S tegas, huruf G lembek, atap rumah, lingkaran tanpa putus, dan huruf G kecil halus. Tapi syukurlah lulus, dan tersampaikan keinginannya duduk di bangku yang lebih mandiri, seterusnya sampai besar.

Mungkin lupa, semoga niatan waktu itu tak hanya prasyarat formal belaka supaya dianggap menjadi manusia terdidik. Tapi nyatanya berhitung sudah dilupakan, bahwa seharusnya dibawa sampai nanti tua dalam mengambil keputusan, bertahan hidup. Berhitung memastikan agar tak berhutang. Semoga tak banyak yang lupa.

Berhitung bukan membawa manusia ke dalam kotak penuh aturan, diikat seperti tahanan penjahat, hanya bola matanya yang berwarna hitam yang bisa menggelinding kesana kemari. Berhitung juga bukan menenggelamkan ke dalam kolam penuh air, tangkai kaki kau diikat dengan bola batu berat, sampai pada dasar. Berhitung justru memberi batas agar tak menyusahkan kotak orang lain dan memastikan agar tak sentuh kolam hingga tenggelam. 

Takut berhitung, karena sejatinya berada pada titik yang tak sesuai harapan. Bahwa memang masalah yang ada di dalam tempurung kepala, hidup kau masih penuh dengan delusi. Turun ke bumi, landaskan kedua belah kaki, rasakan sedang berada dimana, menapaklah dengan segera. 

Kau boleh berangan, seperti aku yang suka menulis khayalan cerita fiksi dan puisi -yang tak banyak orang menikmati- tapi kau tahu dalam ceritaku aku juga berhitung, menentukan ritme cerita, panjang paragraf. Jangan salah. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Halloween, Cute, Scary, Monster, Icon, Pumpkin, Silly
Hidup di zaman ini ada untungnya. Standar kecantikan sudah coba diubah dari semula berkiblat pada prasyarat kulit mulus, putih, kurus, rambut lurus. Kini kecantikan diupayakan sudah tak berkiblat. Sebab kecantikan memang punya versinya masing-masing, pun setiap era dan tempatnya. Semoga pernyataan ini tak sekadar menjadi alibi tetapi juga menjadi titik sadar. 

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, nampaknya harus menjadi sila seluruh umat manusia. Mari kita berbilang, jika kecantikan punya standar kiblatnya, maka kasihanilah mereka yang berjerawat, berbekas luka tubuh dimana-mana, gendut, berambut keriting. Kasihanilah mereka karena harus menundukkan pandang menyembunyikan keberadaan atau memakai perias wajah tebal-tebal meski tak suka. 

Masih lekat dalam ingatan, artis Tara Basro yang memotret tubuhnya yang menurut dunia tak sesuai standar. Lekuk perut yang berlipat, antonim dari hashtag tubuh idaman. Salah satu jalan pengakuan untuk kebanyakan orang, akuilah tubuh di depan cermin dan lensa kamera, apapun bentuknya tak masalah. Harusnya tak ada lagi standar kecantikan mutlak. Setiap orang bebas menentukan aturannya sendiri, bukan?

Di tempat yang mungkin tak pernah kau dengar pelafalannya, Fiji. Kecantikan membelot dari standar dunia. Mereka yang memunyai tubuh gemuk dan kulit kecoklatan mendapatkan pujian cantik. Atau pengakuan warna eksotis dari bule untuk perempuan Indonesia yang dianggap lebih menarik. Ah, akan dilihat banyak ragamnya. Jadi siapa sekarang yang berhak menentukan standar selain diri kita sendiri?

Paras memang jadi bagian yang dipikirkan, tapi bukan untuk dipusingkan atau dibandingkan. Jika demikian, maka tak akan habisnya sampai berabad-abad kemudian. Jangan berdebat dengan pemikiran yang tak pernah bisa punya acuan. Kau adalah tuannya sekarang. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Hedy Lamarr, Actress, Vintage, On Wood, Beauty, Roses
Cermin dan lensa kamera menjadi dua barang yang jarang disentuh, diletakkan di sudut ruangan. Biar terkena debu, biar usang juga tak apa. Sebab dari keduanya, muncul pantul dan gambar yang tak dikehendaki. Membuat kaget dan merasa tak diinginkan.

Paras menjadi sesuatu yang coba tak begitu menjadi prioritas, tapi diam-diam semua orang tetap memujanya dalam pikiran. Sialnya ada yang merasa tertipu karena menganggap prioritas paras ada di titik rendah. Kau bisa lihat produk kecantikan laris manis bak kacang di musim penghujan-pengibaratan lama ini masih terdengar manis-. 

Alhasil, ada yang memupuk norma dan perilaku baik tinggi-tinggi, dan paras dibukur di bawah tanah. Tak boleh lagi dimunculkan hingga waktu yang tak ditentukan alam sadar, tapi dipastikan akan dimunculkan oleh alam tak sadar. Tak ada salah dengan mengangunggkan norma dan perilaku, sampai suatu saat melihat cermin dan lensa kamera seperi menyaksikan balon air 17-an, ingin segera dipecah. Cermin dan lensa kamera ingin segera dipecah.

Saksikanlah noda sana noda sini, warna kusam tak senada, bagian tubuh tak simetris-lagi pula mana ada segala sesuatu yang sama di muka bumi ini-, haus puja pujian. Maka telanlah sabda buruk rupa yang lantang disuakan cermin dan lensa kamera.

Bukan demikian, sesungguhnya bukan karena yang dibutuhkan hanya merentangkan kedua lengan tangan dan melingkari tubuh sendiri. Meski belum banyak yang dilakukan, tak apa sesekali bilang terimakasih telah membersamai berjuang. Sejauh ini. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Tentang Saya

Penulis yang suka main kata-kata. Cek juga hasil pikiran otak kiri saya di linisehat.com

Follow Us

  • instagram
  • Google+
  • youtube

Categories

  • Cerita Aneh (8)
  • Fiksi (5)
  • Pendapat (26)
  • Puisi (8)

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2023 (3)
    • ►  Juni 2023 (1)
    • ►  April 2023 (1)
    • ►  Maret 2023 (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (2)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  April 2021 (2)
    • ►  Maret 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (1)
  • ▼  2020 (30)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (6)
    • ►  Juli 2020 (9)
    • ▼  Juni 2020 (3)
      • Salah Perhitungan
      • Cermin dan Lensa Kamera
      • Cermin dan Lensa Kamera (enlightenment)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (5)
  • ►  2019 (19)
    • ►  November 2019 (3)
    • ►  September 2019 (2)
    • ►  Agustus 2019 (3)
    • ►  Juni 2019 (5)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (29)
    • ►  Desember 2018 (3)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (6)
    • ►  September 2018 (4)
    • ►  Agustus 2018 (6)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (4)
  • ►  2017 (44)
    • ►  Desember 2017 (10)
    • ►  November 2017 (1)
    • ►  Oktober 2017 (6)
    • ►  April 2017 (2)
    • ►  Maret 2017 (8)
    • ►  Februari 2017 (7)
    • ►  Januari 2017 (10)
  • ►  2016 (49)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (3)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (13)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (10)
    • ►  April 2016 (5)
    • ►  Maret 2016 (11)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (19)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (5)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (1)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  Juli 2014 (1)

Created with by ThemeXpose