Di perempatan lampu merah yang bising dan lalu lalang kendaraan beroda dua, empat, enam, bahkan delapan. Barangkali matahari sedang menghukum bumi lewat terik yang membuat hangus kulit.
Di perempatan lampu merah yang tak punya tuan rumah. Kali ini dijaga laki-laki paruh baya yang tangan kirinya memegang kruk penyangga. Sama-sama jadi pengingat, baiknya minta pada langit agar diberikan keselamatan dalam perjalanan.
Di perempatan lampu merah juga ada manusia yang punya rumah tapi serasa tak punya tempat kembali. Sebab seringkali ia termakan omongan sendiri, harus pergi kemana lagi. Padahal pintu rumah terbuka lebar. Ada pelukan hangat di sana.
Di perempatan lampu merah, terdapat pula salah prasangka. Setelah bertahun-tahun meminta kepada Tuhannya satu pengharapan khusyu'. Naik segala jenis doa dan doa. Sampai melangkahi kehendak. Doa pun berubah menjadi tuntutan. Mau tidak mau, suka tidak suka.
Saat prasangkanya patah. Maka tidak ada lagi yang tersisa. Semoga tidak ada ucapan jahat yang larung dan terlanjur dikabulkan semesta.
Malam hari yang sepi. Perempatan lampu merah sibuk membersihkan ambisi, keinginan, sangkaan supaya besok jalanan tidak macet.