• Home
  • About
  • Puisi
  • Pendapat
  • Cerita Aneh
instagram Email

Pangeran Kucing

Jurnal Harian dan Kata-kata Bualan

https://res.cloudinary.com/


Apakah semua orang harus menjadi feminis? Jawabannya iya, dengan segala perspektif masing-masing yang disepakati diri sendiri.

Chimamanda dengan segala bentuk patriarki yang pernah terjadi di hidupnya. tentu merasai ketidakadilan gender. Membuat perempuan berada di posisi lemah dan mengharuskannya menerima tanpa sepakat peran gender yang dialamatkan lingkungan kepada perempuan.Tentu tidak semua cetusan Chimamanda dalam A Feminist Manifesto saya setujui. Akan tetapi saya suka ide tentang semua orang harus menjadi feminis.

Masa Kecil

Saya pernah menjadi anak kecil. Beberapa hari lalu lebaran, dan cerita ini terjadi beberapa lebaran kali silam. Ketika pada tradisinya saya dan keluarga besar berkumpul dan menginap barang minimal semalam di rumah salah satu sanak saudara. Semua orang berkumpul. Perayaan hari raya seperti biasa, makan besar tak boleh terlewatkan. Maka, seluruh perempuan bahu membahu berkeringat menyiapkan makanan di dapur. Menyiapkan tungku, bahan masakan, bumbu, dan segala rupa. Berjam-jam dihabiskan menyiapkan hidangan, termasuk saya anak kecil waktu itu ikut membantu ibu. 

Makanan selesai dimasak, disajikan. Dan anak-anak dilarang mengambil makanan terlebih dahulu, sebab bapak-bapak diperbolehkan menyantap pertama-tama. Para lelaki lebih banyak menghabiskan waktu di teras sambil bersantai, dipersilakan makan terlebih dahulu. 

Saya Bersedih Hati, Mengapa Begitu?

Apa aturan tentang siapa yang boleh mengambil makan duluan?

Belakangan ini saya baru tahu, tak hanya di Afrika seperti yang Chimamanda ceritakan dalam bukunya. Akan tetapi, Indonesia pun . Patriarki lekat bercokol menjadi budaya. Bahkan, budaya itu muncul dari perempuan sendiri. Secara turun temurun menjadi kebiasaan. 

Maka, dari keresahan masa kecil, saya menyukai ide feminis, dengan perspektif dan batasan saya sendiri tentunya. 

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ilustracion, Videojuego, Graficos, Escena

Di tengah pandemi Covid-19, saya masih mencoba waras.

Ini tulisan pendapat saya pertama kali, karena di dalam kepala saya yang tidak lebih besar dari bola basket ini sedang saut menyahut bising suara banyak sekali. Boleh temani saya urai satu persatu.

Akhir-akhir ini saya memposting beberapa postingan tentang overheard. Judulnya berbeda-beda meskipun satu maksud: ketakutan. 

Satu

Banyak orang yang sedang mengalami ketakutan di saat pandemi ini terutama tentang kesehatan, apakah virus ini dengan kelak sudi mencari inang dalam tubuh atau beruntungnya tidak. Semua berlomba-lomba mencari alat pelindung diri dan mengamankan kehidupan masing-masing. Masih ingat kan sifat serakah manusia yang terkespos secara jelas di awal pandemi ini: panic buying. Menyingkirkan kepentingan orang lain demi hajat hidup sendiri. Meskipun pada akhirnya, siapa yang jamin meraup sebanyak-banyaknya handsanitizer atau masker bisa memperpanjang hidup. 

Sebagai perantau di zona merah, tentunya ketakutan datang lebih besar. Ah, dan kabar besarnya pemimpin daerah itu lebih dulu telah 'disapa' virus ini di awal pandemi. Menjadi perantau seorang diri tanpa sanak keluarga, ketakutan menjadi wajar agaknya. Hingga pada akhirnya, setelah pertimbangan lama, saya memutuskan untuk pulang ke rumah. PSBB belum diberlakukan waktu itu, dan tentunya dengan karantina mandiri di kampung halaman selama 14 hari.

Lagi-lagi bukan cuma saya yang ketakutan saat ini, tapi banyak orang di luar sana. Cerita-cerita bertebaran tentang susahnya bertahan. Tukang ojek, usaha kecil, apalagi pengangguran. Makin kebingungan. Dunia berubah menjadi selayar potongan film yang sering diputar di tivi-tivi. Setidaknya lihatlah dari baju astronot yang dipakai petugas medis. Kelak saya di puluhan tahun kemudian bisa membaca ulang tulisan ini dan mengakui betapa pernah kondisi ini terjadi di kehidupan kami.

Dua

Sebagai mahasisa, akan ada banyak prasangka dan pertanyaan menyebalkan. Paling besar, bukan datang dari orang lain. Tapi kepala orang itu sendiri. Kepala saya. Dan tuntutan pun. Akan ada banyak alasan mengapa sampai saat ini belum juga memakai toga, yakni saya belum tau mau jadi apa dan kemana. Jadi saya sediakan waktu saya sendiri untuk berpikir selama ini sebagai perpanjangan masa akhir studi. Jika ditanya saat ini apakah sudah ada jawaban dari pertanyaan saya itu. Jawabannya sudah. Datang dari sekotak question instagram milik Alamanda Shantika, founder Binar Academy, jawabannya lakukan saja apa yang ada di depan mata. Maka menurut saya, itu adalah jawaban terbaik yang dicari-cari selama ini. 

Tapi manusia ya manusia. Sudah tahu jawabannya masih saja menahan duka, tentang mengapa baru ditemukan jawabannya jika inti dari itu semua adalah menyegerakan apa yang bisa dikerjakan. Ah, dan kabar korona menghantam. Semakin menguatkan bahwa susah menyegerakan dalam waktu dekat ini. 

Tiga

Yang klise dan selalu menjadi perbincangan hangat di umur ini adalah Krisis Seperempat Abad. Meskipun di semua umur punya masa krisisnya masing-masing, seperempat abad punya perhatian paling besar. Masa dimana menjadi pribadi mandiri baru dengan segala pembuktian yang telah dilakukan selama ini, apakah manusia ini cukup kompeten untuk dunianya? Ataukah manusia ini punya tujuan apa untuk hidupnya? Ataukah manusia ini cukup menarik bagi lawan jenisnya? Dan jawabannya lagi-lagi tidak akan ditemukan dimana-mana kecuali tanya dirimu sendiri. Meskipun wajar, tapi pertanyaan ini kerap kali berdenging di kepala saya, membentuk koloni yang semakin hari semakin besar. 

Seperempat abad seharusnya dinikmati dengan riang gembira karena muda dan punya upaya, mengapa harus dibebankan sebuah krisis yang disebut paling besar selama kehidupan manusia. Bukan cuma saya agaknya, tapi teman-teman lain juga, meskipun terkadang bentuknya berbeda tapi saya tahu mereka sedang sama-sama krisis seperti saya. Ada yang diungkapkan ada yang tidak.



Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Tentang Saya

Penulis yang suka main kata-kata. Cek juga hasil pikiran otak kiri saya di linisehat.com

Follow Us

  • instagram
  • Google+
  • youtube

Categories

  • Cerita Aneh (8)
  • Fiksi (5)
  • Pendapat (26)
  • Puisi (8)

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2023 (3)
    • ►  Juni 2023 (1)
    • ►  April 2023 (1)
    • ►  Maret 2023 (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (2)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  April 2021 (2)
    • ►  Maret 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (1)
  • ▼  2020 (30)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (6)
    • ►  Juli 2020 (9)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ▼  Mei 2020 (2)
      • Berpendapat Tentang Buku A Feminist Manifesto
      • Overheard
    • ►  April 2020 (5)
  • ►  2019 (19)
    • ►  November 2019 (3)
    • ►  September 2019 (2)
    • ►  Agustus 2019 (3)
    • ►  Juni 2019 (5)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (29)
    • ►  Desember 2018 (3)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (6)
    • ►  September 2018 (4)
    • ►  Agustus 2018 (6)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (4)
  • ►  2017 (44)
    • ►  Desember 2017 (10)
    • ►  November 2017 (1)
    • ►  Oktober 2017 (6)
    • ►  April 2017 (2)
    • ►  Maret 2017 (8)
    • ►  Februari 2017 (7)
    • ►  Januari 2017 (10)
  • ►  2016 (49)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (3)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (13)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (10)
    • ►  April 2016 (5)
    • ►  Maret 2016 (11)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (19)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (5)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (1)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  Juli 2014 (1)

Created with by ThemeXpose