• Home
  • About
  • Puisi
  • Pendapat
  • Cerita Aneh
instagram Email

Pangeran Kucing

Jurnal Harian dan Kata-kata Bualan


Bergeming dalam embun atau jelaga. Kau diam satu hari saat di luar rumah hujan dan pekik petir bersahutan. Mereka bernostalgia di mana semesta masih cuma ada berdua dan debu-debu terbang seperti peri mini yang tiada dipedulikan. Kemana-mana hanya bertemu punggung satu sama lain dan tulang-tulang yang kadang bersentuhan. Sekadar menyapa lembut hujan dan gagah petir yang baru saja berkisah saja kau enggan. Padahal kalian punya kemiripan: selalu bertemu kenangan. Kau memang sedang bergeming. 

Juga malam saat kau tak beda dengan arca dan patung. Menolak keributan dan mendambakan tenang. Semua lampu mati, kau berusaha berkepala kosong. Abaikan kawan dan handai taulan yang berisik dan banyak minta. Biarlah Tuhan yang kabulkan. Sementara kau hanya manusia biasa yang akhir-akhir ini sering menangis. Di atas bumi yang bulat biarkan manusia berjalan sendiri-sendiri, mati, dan kelak hidup lagi. 

Perihal mencari ketenangan termasuk siapa yang kau pilih untuk menjadikan kau tenang dan kau menenangkannya. Dan kau memenangkannya. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Kutanyai mengapa kau tidak makan dalam seminggu. Dengan sisa-sisa energi yang kau bongkar dari daging, parau jawaban itu samar-samar kudengar, Work is Love Made Visible. Rupanya kau kenyang dengan kata-kata mutiara Kahlil Gibran sehingga tak perlu lagi nasi. Semesta menyaksikan kau dengan perut geli sebab ada penduduk miskin yang berdelusi tentang gairah kerja. 

Mungkin kau sudah lupa tentang bagaimana punggung kau yang penuh asap kendaraan juga kerah dan ketiak kau yang menguning penuh dengan sarang daki dan kandidat jamur. Hari itu kau bilang hanya makan satu kali, sisanya untuk tumbuh kembang anak-anak kau. Kau pilih menumbuh suburkan yang sering kau sebut idealisme di rongga dada yang sempit karena sudah dihuni sakit menahun. 

Kau tak perlu percaya dengan kata-kata motivasi tentang Dreams Comes True. Sebab barangkali hidup kau juga akan habis dalam beberapa jam ke depan jadi hadapilah kenyataan. Kelak kau akan puas bermimpi sepanjang yang kau mau di bawah tanah tempat manusia berpijak mencari uang hasil perhitungan realitas dan hitam putih di atas kertas. Acap kali kau enggan berhitung akhirnya gagal bertahan hidup. 

Harapanku di dalam pesan terakhir yang kau bisikkan ke telinga anak kau sebelum pergi, bicaralah cari uang yang banyak!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Aku tahu kau ingin sekali menjadi sebilah pedang bermata dan berkaki. Kau utarakan suatu hari tepat saat matahari berhenti di punggung langit, keinginan yang tiada pernah masuk akal. Kau bersimpuh dan aku menyaksikan tangis muram dan bergetar seperti saat duka kematian dan pemakaman. Kupikir, siapa yang telah meninggalkan kau seperih ini. 

Zaman sekarang tidak banyak pedang diperjualbelikan. Kau akan habis digunjing orang-orang sebab ada pedang hidup di tengah penduduk desa. Bisa-bisa kau diarak berkeliling karena berisiko membunuh dan mengancam nyawa. Kemudian aku tawarkan opsi lain, bagaimana jika menjadi pisau dapur saja? Setiap rumah tangga menyimpan rapi di rak piring masing-masing rumahnya. Kau aman, akan diasah dan dicuci sampai bersih. Dibawa ke kebun, depan teras, atau pesta hajatan masyarakat. 

Kau mengumpat nyalak dengan kata-kata binatang. Menolak menjadi pisau dapur yang culun dan mengajakku pergi ke zaman lampau. Menyaksikan seorang algojo penghukum mati mengadili nyawa bagai Tuhan. Mengayunkan sebilah pedang tajam berpangkal tembaga ke leher manusia yang diperintahkan raja. Setelahnya ia bisikan "Tuhan mengampuni segala yang berdosa" ke telinga yang sudah lepas nyawa.

Sama, kata kau yang juga ingin menerkam jantung kekasih yang pergi dan mematahkan nyawa kau. Lalu berbisik tepat ke telinganya "Aku memaafkan segala yang bersalah". 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Satu hari di museum yang telanjang dan tiada didatangi orang-orang. Tuan marah-marah dan seluruh bingkai di dalamnya pecah. Semua lukisan lari tunggang langgang ke jalan raya dan ikut marah-marah ke pengendara motor, mobil, sampai tukang bensin. Kota jadi terbakar dan berubah warna-warni. Apalah kemarahan Tuan bikin walikota tambah senang karena membuat wilayahnya makin semarak. 

Saat teriakan kecewa masih menggonggong di tenggorokan Tuan, anak-anak muda sibuk berswafoto mengabadikan keajaiban langka. Sebab tawanan museum yang cantik lepas dan mempersilakan diri dinikmati tanpa harus membayar ke loket tiket. Headline media menganugerahi Tuan dengan lencana sejarah dan jabatan istimewa. 

Suara tuan parau dan nyawanya setengah mati menahan amuk. Di tengah kota diadakan pesta dengan genderang drum, denting piano, petik gitar. Ada biduan yang disewa menyanyi menggoda pemuda-pemuda yang lewat. Meskipun rakyat acap kali abai dengan pesta karena sibuk mengekor lukisan yang lepas kandang, seperti anak kecil yang menggandrungi arak-arakan tukang monyet. 

Oh, Tuan. Museum telah dibuka kembali dan orang-orang menyaksikan pajangan satu-satunya dengan suka cita dan gemuruh tepuk tangan: Tuan yang malang segenap amarahnya. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Tentang Saya

Penulis yang suka main kata-kata. Cek juga hasil pikiran otak kiri saya di linisehat.com

Follow Us

  • instagram
  • Google+
  • youtube

Categories

  • Cerita Aneh (8)
  • Fiksi (5)
  • Pendapat (26)
  • Puisi (8)

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ▼  2023 (3)
    • ▼  Juni 2023 (1)
      • Susah Payah
    • ►  April 2023 (1)
    • ►  Maret 2023 (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (2)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  April 2021 (2)
    • ►  Maret 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (1)
  • ►  2020 (30)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (6)
    • ►  Juli 2020 (9)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (5)
  • ►  2019 (19)
    • ►  November 2019 (3)
    • ►  September 2019 (2)
    • ►  Agustus 2019 (3)
    • ►  Juni 2019 (5)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (29)
    • ►  Desember 2018 (3)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (6)
    • ►  September 2018 (4)
    • ►  Agustus 2018 (6)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (4)
  • ►  2017 (44)
    • ►  Desember 2017 (10)
    • ►  November 2017 (1)
    • ►  Oktober 2017 (6)
    • ►  April 2017 (2)
    • ►  Maret 2017 (8)
    • ►  Februari 2017 (7)
    • ►  Januari 2017 (10)
  • ►  2016 (49)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (3)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (13)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (10)
    • ►  April 2016 (5)
    • ►  Maret 2016 (11)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (19)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (5)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (1)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  Juli 2014 (1)

Created with by ThemeXpose