• Home
  • About
  • Puisi
  • Pendapat
  • Cerita Aneh
instagram Email

Pangeran Kucing

Jurnal Harian dan Kata-kata Bualan


Sebuah siang yang terik dalam angan-anganku yang pekat. Kota ini sebentar lagi akan mati digulum takdir. Sama seperti rencana Puan yang ingin membunuh keinginan -dalam memiliki Tuan sepenuhnya-. 

Ranjau dimana-mana, bom yang berusaha dijinakkan dan pikiran yang masih liar berdansa diantara ketidakmungkinan-ketidakmungkinan. 

Sampai suatu waktu dentuman menggelegar berkali-kali lalu membangunkan kening Puan yang mati suri akibat ditembak senapan yang kosong peluru penuh memoar. Tidak tewas dan hidup enggan. 

Kota sudah habis tutup tanggal gulung tikar. Serangga yang tinggal dalam saluran pembuangan muncul berbaris merayakan kemenangan dan kebebasan dari penindasan. Mereka berbisik kepada Puan yang ajaib masih bertahan, apa Tuan sudah mati? 

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Planta, Árbol, Naturaleza, Línea Arte, Diluvio, Cráneo

Mengapa badainya tak kunjung selesai? 

Senjata mulia yang hanya diperuntukkan bagi Raja dan kaum bangsawannya. Terlarang bagi kaum Sudra dan rakyat jelata lainnya. Jikalau saya hidup berabad-abad silam dari zaman -tiktok- ini, maka alangkah suatu kemustahilan pun hanya memandang keris keluar dari sandangan, apalagi menyentuhnya. Asumsi: jenis golongan kaum saya saat ini dan waktu yang lalu tak jauh beda. Eh, siapa tahu bisa jadi dahulu  saya anak raja atau elit istana. 

Keris yang dikenal sakti bukan semata-mata didapatkan dari besi rongsokan atau sembarangan hasil penggalan logam tua. Bayangkan, bahannya diramu dari besi pilihan terbaik bahkan desas-desusnya berasal dari besi meteor yang sering dilihat di langit lalu jatuh ke tanah bumi. Pande bilang, tak heran jika corak dan liuknya menawan, seetiap detilnya magis. Konon, ketika kau panggil tuan pemilik senjata hunus lainnya, sebut saja samurai dan pedang, tak akan bisa menyamai kekuatan keris dengan segala kemasyhurannya. 

Mari belajar dari keris

Tentang hantaman palu godam yang bertalu-talu dan jilatan api yang membara. Tumpukan batang besi sebanyak delapanpuluh keping itu dimampatkan menjadi satu lapis berliuk-liuk ganjil. Bukan sehari dua hari para pande mengerahkan bisepnya tapi berbulan-bulan, adapula yang hampir genap satu tahun. Terus dipukul, diperapikan suhu tinggi, dipukul lagi, panaskan lagi, ditambah keping besinya, dipanggang, dihantam lagi, begitu seterusnya sampai lahir sebuah keris yang indah.

Kau bukan keris begitu juga saya. Tapi seperti orang belajar dari sebuah tong yang nyaring bunyinya dan sekumpulan air yang jika beriak maka tandanya tak dalam, rasanya sah-sah saja jika mengambil intisari keris untuk melecut usaha kau yang tak seberapa, padahal ingin menjadi lebih dari apa-apa. Badai masalah yang saat ini melilit badan dan tulang bisa jadi bentuk godam. Juga dunia yang tak nyaman sekarang merupakan sebuah tungku perapian yang membakar.

Terus jalan, sebentar lagi kau akan jadi keris. Bertahanlah. 

Tercetuslah ide tulisan ini setelah menyaksikan video Pandji dengan segala bentuk optimismenya. 




Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Cuento De Hadas, Noche, Pintura, Niña, Insectos, Sueño
Pada salah satu malam yang murung.

Kalau tak bisa mendatangkan dia dalam kehidupan nyata, setidaknya hal yang membuat bahagia adalah mengumpulkan bayangannya ke dalam imaji. Menyusun tabiat aselinya ditambah hal-hal menyenangkan lain yang ingin dilihat. Misalnya, saya tak suka cara dia berfirasat lalu ubah-ubah menjadi manusia yang punya standar peka biasa saja. Saya suka matanya yang teduh dan menenangkan, lalu biarkan demikian sebab matanya mengundang pandang dalam-dalam. Sampai hanyut sejauh ini menyeret saya dalam khayalan berhari-hari.

Dengan senang hati dia menemani duduk di salah satu bangku taman di depan patung penguin raksasa bermata besar melihat ke arah kami. Saya bercerita tentang hari panjang melelahkan, kantung mata yang semakin cembung, kopi hitam yang bikin susah tidur, sampai caranya menabung agar bisa membeli rumah. Tapi dia bilang, tak usah. Biar urusan tempat tinggal dipikul tanggung jawab di atas pundaknya. Urat-urat warna biru di tangan saya sudah membengkak bekerja telalu padat seperti selang yang bantat.  

Patung penguin raksasa bermata hitam memandangi bangku taman yang kosong. 

Hari ini tanggal seratusempat. Dia memberi hadiah biji bunga mawar yang keriput karena dibungkus dalam kotak yang dikirim tukang barang lama sekali. Terkoyak-koyak saat menumpang di mobil dan dibanting saat diambil tapi tidak apa-apa langsung saya tanam di pekarangan depan. Dulunya itu tanah lapang yang sering dipakai bocah laki-laki main sepak bola. Senang saya punya alasan agar mereka tak lagi kesana -kelak ketika pohon mawar melangit- membuat debu-debu terbang dan mengotori kaca rumah berwarna bening, saya harus mengelap setiap hari sambil tetap memikirkan dia. 

Tanggal limaratusempat bocah laki-laki masih rutin main bola di pekarangan.

Saya punya inisiatif menghanyutkan diri ke sungai berarus deras. Ingin buktikan saja seberapa besar dia cinta, apakah pengorbannya sama seperti Romeo kepada Juliet atau Rahwana kepada Sinta. Kata-kata manisnya suka saya rekam rapih dan dihias pita. Kalau sewaktu-waktu rindu nanti bisa dibuka untuk mengenang. Prasangka semakin beranakpinak di dalam kepala dan terus subur. Saya tenggelamkan seluruh tubuh dengan gembira sambil menghitung detik, jam, setengah hari, seluruh hari, raib. Naiklah nyawa ke langit. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Rana, Jardín, La Naturaleza, Figura, Decoración, Deco

Katak suka bingung geleng-geleng kepala kalau sudah malam tak ada orang. 

Saat katak berkelana melompati tanah-tanah dan berenang membelah gelombang. Manakah yang lebih nikmat dan menentramkan hati. Tidakkah lebih baik memilih menetap di salah satunya. Malu dilihat tetangga, apa nanti kata mereka. Sebentar-sebentar tenggelam, lalu besoknya sudah asyik ke daratan mental-mental kegirangan. 

Tanpa dimintai pendapat, sahabat dekatnya, siput yang lamban tapi suka pamer berkata: bukankah lebih enak seperti aku yang setia membawa rumah kemana-mana, tinggal sembunyi kalau hujan, merunduk kalau panas. Kau mau? Aku coba carikan ke rekan-rekan yang sudah mati. 

Ding dong.

Apa bedanya dengan ia yang suka berlanglang buana di dua kota. Naik kereta api yang makan jam lebih dari satuperdua hari. Tapi terus saja dilakoni setiap enam bulan sekali. Melewati kota metropolitan, kampung padat penduduk, sawah bekas panen, aroma kulit padi yang terbakar, lalu pelukan orang yang disayang. 

Bagaimana bisa harus meninggalkan salah satunya sebab setiap sudut kota -yang akan tak lagi dihuni- berbicara tentang kisah masing-masing. Dan hujan yang sudah meresap ke dalam tanah hidup lagi menyampaikan kesaksian, bahwa pernah ada manuisa disini pagi-pagi sekali pusing tujuh keliling mencetak lembaran tugas mahasiswa, lari-lari karena sudah sering malu terlambat, melewati lorong-lorong orang yang sama terburu-burunya.

Juga tak pernah lupa tentang bagaimana menyenangkan berkenalan dengan banyak kepala, isi pikirannya, dan (hal yang harus dibungkam agar tak diketahui).

Jadi, katak pilih hidup dimana?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Tentang Saya

Penulis yang suka main kata-kata. Cek juga hasil pikiran otak kiri saya di linisehat.com

Follow Us

  • instagram
  • Google+
  • youtube

Categories

  • Cerita Aneh (8)
  • Fiksi (5)
  • Pendapat (26)
  • Puisi (8)

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ▼  2023 (3)
    • ▼  Juni 2023 (1)
      • Susah Payah
    • ►  April 2023 (1)
    • ►  Maret 2023 (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (2)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  April 2021 (2)
    • ►  Maret 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (1)
  • ►  2020 (30)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (6)
    • ►  Juli 2020 (9)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (5)
  • ►  2019 (19)
    • ►  November 2019 (3)
    • ►  September 2019 (2)
    • ►  Agustus 2019 (3)
    • ►  Juni 2019 (5)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (29)
    • ►  Desember 2018 (3)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (6)
    • ►  September 2018 (4)
    • ►  Agustus 2018 (6)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (4)
  • ►  2017 (44)
    • ►  Desember 2017 (10)
    • ►  November 2017 (1)
    • ►  Oktober 2017 (6)
    • ►  April 2017 (2)
    • ►  Maret 2017 (8)
    • ►  Februari 2017 (7)
    • ►  Januari 2017 (10)
  • ►  2016 (49)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (3)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (13)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (10)
    • ►  April 2016 (5)
    • ►  Maret 2016 (11)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (19)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (5)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (1)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  Juli 2014 (1)

Created with by ThemeXpose