• Home
  • About
  • Puisi
  • Pendapat
  • Cerita Aneh
instagram Email

Pangeran Kucing

Jurnal Harian dan Kata-kata Bualan



Malam yang tidak bisa tidur, padahal seharian sudah gelap. Dan dua buah kantung mata yang berat, enggan mengajak kelopak untuk merapat. Mana bisa, kemudian saya berdoa.
 
Tepat saya ingat doa-doa yang lalu diutarakan secara khusyu' dan serius. Sampai berderai-derai, sampai punggung yang ikut  pula berguncang. Langit pasti mendengar. Langit pasti mendengar. 

Dia percaya doa, begitu pun saya yang juga percaya hari ini datang. Dan pelukan kembali saya utarakan ke langit. Agar tidak terlalu dingin. Agar tak terlalu sakit. 

Saya beberapa butir pasir yang pasrah pada ombak di bibir pantai. Apakah akan dihempas menjauh, atau diteguk mendekat. Selayaknya pasir saya tidak akan pernah meronta. Hanya berdoa. 

Ramalan dan firasat keduanya tak baik untuk jiwa saya karena nyatanya selalu meleset. Setidaknya firasat terakhir tentang dia yang sangat pahit. Sampai-sampai saya tak mau minum kopi. Bolehkan hanya memesan teh manis saja? 

Tetapi doa satu-satunya senjata yang menghidupi empat ruang jantung. Dan rongga-rongga otak agar tetap waras. 

Mohon izin untuk selalu larung dalam doa. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments



Setelah lari yang kau anggap panjang. Akhirnya diberi ruang untuk luang. Biar bisa memaknai apa yang sebenarnya terjadi. Sedang pada titik kuadran mana atau lintang berapa. Barangkali salah baca peta, atau peringatan harus menepi sebentar karena perbekalan menipis. Pergi ke rumah penduduk, saling sapa menyapa orang belahan bumi lain. 

Padahal rumah, ah rumah. 

Kemarin mungkin salah naik tumpangan. Seharusnya kau pergi dengan kendaraan timur, tapi menumpang ke angkutan tenggara. Mungkin di dalam perjalanan kau lupa tentang langit dan semesta. Atau berbagai kemungkinan lain. 

Sebentar, bernapas sebentar. Kau butuh udara segar agar tidak mimisan.

Akan tetapi, tidak bisa keluar rumah. Dan juga terperangkap dalam kenangan lama. Keduanya membentuk gelembung ganda yang semakin hari, anehnya semakin kuat hebat membebat. Lama kelamaan, berbelas pasang rusuk retak, patah, dan jangan sampai remuk. Retak dan patah juga bukan hal yang baik. Maka jangan tambah-tambahi susahnya keadaan dengan kenangan. 

***

Sementara:

Bukannya sudah jelas rumusnya bahwasanya, rezeki ada untuk mereka yang bergerak. Kalimat itu lantang  menggema di rongga-rongga kepala. Dan telah mendapatkan persetujuan dari diri kau sebelumnya. Sebelum jatuh miskin. Kemudian, semesta memvalidasi perkataan sendiri, apakah benar sepercaya itu. 

Dan pada akhirnya segala tentang iman memang perlu divalidasi entah beberapa kali. Kau pikir. 

Kau juga berpikir, pada zaman dahulu. Pedagang jam bisa hidup cuma dengan membuka tokonya dua jam per hari. Jelas tidak mungkin kau berubah profesi jadi pedagang jam dan bekerja sependek itu. Tapi, sayang kau habiskan waktu. Renungi lagi. Sesi ini memang untuk perenungan. 

Maka benar berhenti sejenak. Mungkin beberapa waktu ke depan akan berlari. Dan semoga yang terbaik dari semesta untuk kau yang harusnya jadi orang baik hati. Selama belum lari, tunggu dulu. Jangan banyak habiskan energi di tempat. Bersabar. 
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments

Hidup di dalam standar yang dibuat oleh orang lain membuat kamu terus lari jauh. Berusaha mencapai garis finish yang sebenaranya kamu sendiri ngga tahu, seberapa jauhnya. Atau mungkin garis finish memang ngga pernah ada. Hanya delusi yang dibuat-buat sendiri. Tapi semua orang bersorak, menyuruh terus berlari. Ada yang meraung-raung pakai toa, ada yang melengking pakai peluit. Naasnya, kamu anggap mereka seperti bahan bakar agar terus berlari. 

Ukurannya pakai angka dan pujian. Batasan upah gaji yang disebut-sebut makmur jika telah mencapai angka sekian. Pujian betapa mempesona dan menariknya paras dan tubuh kamu. Jumlah pengujung dan komentator media sosial. Semuanya seakan menjadi dukun dan kamu boneka fudunya. Perut ditusuk, ikut sakit. Kepala dicubit, ikut pusing. Persis juga seperti pesirkus dan budak singanya. 

Sekali-kali beranikan diri membuat secarik kertas berisi tujuan dan standar hidup sendiri. Tuan hidup kamu, ya siapa lagi. 

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Pertanyaan ayam dulu baru telur atau telur dulu baru ayam sudah tercetus lama sekali, saat kita besarnya masih seukuran anak ayam pula.

Tapi ayam-ayam, baik betina atau jantan tidak pernah pusing mikirin siapa yang duluan muncul. Karena bagi mereka, pertanyaan satu jam lagi masih hidup atau engga, atau sudah jadi opor atau sudah hangat di bakaran, jauh lebih penting ketimbang pertanyaan-pertanyaan filosofis macam itu.

Berbeda dengan manusia yang suka ber-retorika. Ayam saja dipertanyakan apalagi diri mereka sendiri yang rumit dan susah ditebak. Uniknya, mereka sok-sokan menebak: otak diisi pikiran sebelum jalan, atau otak boleh berpikir sambil jalan? 

Para ayam silakan meninggalkan jejak komentar

Hailnya, manusia itu tetap di dalam atap rumah tak kemana-mana. Sama seperti otaknya yang masih kosong. Kalau malam sedang pekat dan tidak sedang padang bulan, kamu bisa melihat gelembung-gelembung warna putih keluar dari corong asap atapnya. Itu namanya angan-angan palsu.

Sampai pertanyaan ayam sudah terjawab, "ayam dulu" kata pakar-pakar yang pandai.  

Pasalnya, kala itu saya yang tengah bingung tak kunjung keluar dari dunia perkampusan, bukan karena ketidakmampuan menyelesaikan studi. Namun, ada juga ketakutan dan ketidaktahuan mau jadi apa. Satu-satunya yang diyakini yaitu ingin jadi penulis. Padahal saya tidak sadar, sejak kecil sudah jadi penulis. Tulisan ini juga hasil karya penulis, bukan? Cita-cita saya tampaknya sudah terkabul sejak dini. Selamat! 

Jelas yang dimaksud bukan cita-cita yang ngasih makan jiwa saja, tapi ngasih makan lambung, usus dua belas jari, usus halus, usus besar, an-, apakah anus juga harus diberi makan? Hm.

Saya yang mungkin terlalu ingin cepat dewasa dan menginginkan kesalahan yang nihil, dan lupa bahwa perasaan dan pertimbangan yang nantinya akan ditentukan setelah selesai dikerjakan. Nyaman atau tidak, cocok atau tidak, dibangun dari pengalaman yang pernah dan pengetahuan yang sudah. 

Rasakan tanahnya bergelombang atau datar, rumputnya kasar atau lembek, atapnya kering atau lembab, kantinnya lezat atau basi, mesinnya bising atau lembut, tungkunya panas atau terlalu membara. Rasakan kehadiran manusianya, apakah sesuai yang diinginkan atau tidak. Sesederhana itu.  
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Tentang Saya

Penulis yang suka main kata-kata. Cek juga hasil pikiran otak kiri saya di linisehat.com

Follow Us

  • instagram
  • Google+
  • youtube

Categories

  • Cerita Aneh (8)
  • Fiksi (5)
  • Pendapat (26)
  • Puisi (8)

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ▼  2023 (3)
    • ▼  Juni 2023 (1)
      • Susah Payah
    • ►  April 2023 (1)
    • ►  Maret 2023 (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (2)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  April 2021 (2)
    • ►  Maret 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (1)
  • ►  2020 (30)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (6)
    • ►  Juli 2020 (9)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (5)
  • ►  2019 (19)
    • ►  November 2019 (3)
    • ►  September 2019 (2)
    • ►  Agustus 2019 (3)
    • ►  Juni 2019 (5)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (29)
    • ►  Desember 2018 (3)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (6)
    • ►  September 2018 (4)
    • ►  Agustus 2018 (6)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (4)
  • ►  2017 (44)
    • ►  Desember 2017 (10)
    • ►  November 2017 (1)
    • ►  Oktober 2017 (6)
    • ►  April 2017 (2)
    • ►  Maret 2017 (8)
    • ►  Februari 2017 (7)
    • ►  Januari 2017 (10)
  • ►  2016 (49)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (3)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (13)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (10)
    • ►  April 2016 (5)
    • ►  Maret 2016 (11)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (19)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (5)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (1)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  Juli 2014 (1)

Created with by ThemeXpose