• Home
  • About
  • Puisi
  • Pendapat
  • Cerita Aneh
instagram Email

Pangeran Kucing

Jurnal Harian dan Kata-kata Bualan


Pertanyaan ayam dulu baru telur atau telur dulu baru ayam sudah tercetus lama sekali, saat kita besarnya masih seukuran anak ayam pula.

Tapi ayam-ayam, baik betina atau jantan tidak pernah pusing mikirin siapa yang duluan muncul. Karena bagi mereka, pertanyaan satu jam lagi masih hidup atau engga, atau sudah jadi opor atau sudah hangat di bakaran, jauh lebih penting ketimbang pertanyaan-pertanyaan filosofis macam itu.

Berbeda dengan manusia yang suka ber-retorika. Ayam saja dipertanyakan apalagi diri mereka sendiri yang rumit dan susah ditebak. Uniknya, mereka sok-sokan menebak: otak diisi pikiran sebelum jalan, atau otak boleh berpikir sambil jalan? 

Para ayam silakan meninggalkan jejak komentar

Hailnya, manusia itu tetap di dalam atap rumah tak kemana-mana. Sama seperti otaknya yang masih kosong. Kalau malam sedang pekat dan tidak sedang padang bulan, kamu bisa melihat gelembung-gelembung warna putih keluar dari corong asap atapnya. Itu namanya angan-angan palsu.

Sampai pertanyaan ayam sudah terjawab, "ayam dulu" kata pakar-pakar yang pandai.  

Pasalnya, kala itu saya yang tengah bingung tak kunjung keluar dari dunia perkampusan, bukan karena ketidakmampuan menyelesaikan studi. Namun, ada juga ketakutan dan ketidaktahuan mau jadi apa. Satu-satunya yang diyakini yaitu ingin jadi penulis. Padahal saya tidak sadar, sejak kecil sudah jadi penulis. Tulisan ini juga hasil karya penulis, bukan? Cita-cita saya tampaknya sudah terkabul sejak dini. Selamat! 

Jelas yang dimaksud bukan cita-cita yang ngasih makan jiwa saja, tapi ngasih makan lambung, usus dua belas jari, usus halus, usus besar, an-, apakah anus juga harus diberi makan? Hm.

Saya yang mungkin terlalu ingin cepat dewasa dan menginginkan kesalahan yang nihil, dan lupa bahwa perasaan dan pertimbangan yang nantinya akan ditentukan setelah selesai dikerjakan. Nyaman atau tidak, cocok atau tidak, dibangun dari pengalaman yang pernah dan pengetahuan yang sudah. 

Rasakan tanahnya bergelombang atau datar, rumputnya kasar atau lembek, atapnya kering atau lembab, kantinnya lezat atau basi, mesinnya bising atau lembut, tungkunya panas atau terlalu membara. Rasakan kehadiran manusianya, apakah sesuai yang diinginkan atau tidak. Sesederhana itu.  
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Kadang benteng yang awalnya dibangun untuk melindungi, justru akhirnya akan mengukung dan membuat orang di dalamnya ngga kemana-mana. Persis kayak kehidupan Rapunzel, tapi untung dia punya rambut yang panjang jadi bisa kabur. 

Segalanya dianggap akan aman-aman saja. Di dalam atap rumah yang berbatas teras paling depan dan kamar mandi paling belakang. 24 jam dan seluruh menit detiknya lengkap dihabiskan disana. Perlahan ia poles dindin-dinding dengan semen tebal, lalu keramik-keramik mahal penuh kilau. Selama bertahun-tahun.

Tapi siapa yang tahu, terpapar silau bikin mata sakit, tulang-tulang ngilu, dan dibandingkan manusia seusianya, ia tak pernah tumbuh tinggi. Perlahan menjelma menjadi liliput.

Ada gumpalan awan hitam di atas kepala mereka yang tak kemana-mana. Setidaknya itu kejadian yang terkonfirmasi secara berulang di hidup saya. Perspektif harus digali dari mulut pedas orang lain, sampai mulut manis malaikat. Cerita harus diketahui dari palung paling dalam sampai gunung paling tinggi.

Bukan begitu? 



Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Apa salahnya bergumam, mengumpat, menyumpah dalam hati? Toh, tidak ada yang peduli. Kecuali semesta yang curang, menguping diam-diam. 

Sejatinya, pikiran bukan tempat persembunyian paling aman. Radarnya masih bisa sampai ke telinga alam semesta dan keluhan yang waktu itu saya utarakan kabul sudah, dengan cara yang tak diinginkan. Doanya, kurang lengkap. Kata orang-orang yang pernah mendengar kisah ini. Tapi, tak akan saya jabarjujurkan. 

Cerita tersamarkan

Hujan yang harusnya disyukuri menjadi letupan keluhan yang tenang hanya jika saat ada matahari. Sumpah serapah diteriakkan, namun alhasil hanya didengar oleh paru, ginjal, hati, hipotalamus, dan gendang telinga itu sendiri. Menggema suaranya dalam rongga-rongga badan. 

Tentang mengapa harus turun air dari langit yang membuat bajunya kuyup, sepatunya lembek, orang-orang melihatnya seperti gorengan setelah duabelasjam -letoi-. Dan pekerjaan dengan upah yang tak seberapa, atasan marah-marah, spidol habis dan ia harus membeli dengan uang pribadi. Juga mengapa kucingnya setiap hari harus makan sehingga mengurangi uang dari dompetnya sebesar limapuluhribu.

Ah, iya. Ia lupa menghubungi rekanan yang tak sabar menerima kabar. Kemudian diambil sebatang alatkomunikasi yang mulai berembun tapi masih rigid. Ditombol-tombol dan tak lama kemudian berkedip seperti bukti napas terakhir. Konslet.  

Di waktu-waktu lalu

Melihat pekarangan tetangga yang hijau dan ia yang tak punya pekarangan selain limapulusenti jarak rumahnya dengan jalan raya, berbatas tanah berdebu tempat kucing biasa menaruh tahi. Ingin rasanya menghubungi pejabat yang digaji uang pajak, mengadu mengapa hidup manusia bisa berbeda-beda padahal sama-sama rakyatnya negara. Tapi ia lupa, sebatang alatkomunikasi milikmya tak layak menjangkau jaring sinyal kalangan elit.

Lalu saksikan miliknya yang ketinggalan jaman dan mulai berkhayal-khayal tentang andai bentukannya baru, andai kekinian, andai bukan ini, andai itu. Andai-andai diam yang sering.

Amin, kata semesta. 


 




Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Sebuah siang yang terik dalam angan-anganku yang pekat. Kota ini sebentar lagi akan mati digulum takdir. Sama seperti rencana Puan yang ingin membunuh keinginan -dalam memiliki Tuan sepenuhnya-. 

Ranjau dimana-mana, bom yang berusaha dijinakkan dan pikiran yang masih liar berdansa diantara ketidakmungkinan-ketidakmungkinan. 

Sampai suatu waktu dentuman menggelegar berkali-kali lalu membangunkan kening Puan yang mati suri akibat ditembak senapan yang kosong peluru penuh memoar. Tidak tewas dan hidup enggan. 

Kota sudah habis tutup tanggal gulung tikar. Serangga yang tinggal dalam saluran pembuangan muncul berbaris merayakan kemenangan dan kebebasan dari penindasan. Mereka berbisik kepada Puan yang ajaib masih bertahan, apa Tuan sudah mati? 

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Tentang Saya

Penulis yang suka main kata-kata. Cek juga hasil pikiran otak kiri saya di linisehat.com

Follow Us

  • instagram
  • Google+
  • youtube

Categories

  • Cerita Aneh (8)
  • Fiksi (5)
  • Pendapat (26)
  • Puisi (8)

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ▼  2023 (3)
    • ▼  Juni 2023 (1)
      • Susah Payah
    • ►  April 2023 (1)
    • ►  Maret 2023 (1)
  • ►  2022 (6)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (2)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  April 2021 (2)
    • ►  Maret 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (1)
  • ►  2020 (30)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (6)
    • ►  Juli 2020 (9)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (5)
  • ►  2019 (19)
    • ►  November 2019 (3)
    • ►  September 2019 (2)
    • ►  Agustus 2019 (3)
    • ►  Juni 2019 (5)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (29)
    • ►  Desember 2018 (3)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (6)
    • ►  September 2018 (4)
    • ►  Agustus 2018 (6)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (4)
  • ►  2017 (44)
    • ►  Desember 2017 (10)
    • ►  November 2017 (1)
    • ►  Oktober 2017 (6)
    • ►  April 2017 (2)
    • ►  Maret 2017 (8)
    • ►  Februari 2017 (7)
    • ►  Januari 2017 (10)
  • ►  2016 (49)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (3)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (13)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (10)
    • ►  April 2016 (5)
    • ►  Maret 2016 (11)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (19)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (5)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (1)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  Juli 2014 (1)

Created with by ThemeXpose