Masih di jalan yang sama
Dia punya teman-teman yang membagikan bekal
atau menawarkan sapu tangan
Dia punya kawan yang baik hatinya
Atau minimal sekadar 'ada'
Lalu kau?
Kau satu-satunya duri di gulungan marshmello
Api di tengah hujan
Bunga di atas gurun
Pasir di permukaan laut
Kayu di dalam abu
Tangis diantara pesta
Jalanan panjang sekali
Lurus tak berkelok-kelok
Tak ada warung kopi atau pom bensin di sepanjang jalanan ini
Karena memang tak ada tepi
Jalanan tak bertepi
Atau hanya aku yang sengaja memakai kacamata kuda?
Aku tak punya kanan kiri
Dan jangan sekali-kali kau pernah kemari
Ini jalanan yang sengaja mengiris urat nadi
Mencekik leher
Kalau kau ingin hidup yang manis,
disini adalah perjalanan larangan nomor satu yang harus kau hindari
Tapi jika kau telah terbiasa bermandi keringat dan tangis
dan juga kegelisahan
Mungkin esok atau minggu depan kau boleh berkunjung kemari
Karena jalanan ini diperuntukkan bagi dia yang sedang berlari
Namanya Ratu Rumput
Ia hidup di bawah sembunyi yang tak ia lakukan
Namun apalah daya, ia hanya segaris rumput
Ditengok pun tidak
Paling hanya menjadi semak yang dimandikan pestisida
Lalu mati
Suatu hari pernah ia pergi ke kota
Berjalan jauh menginjak aspal dan menghirup knalpot
Memperkenalkan diri bahwa ia tak layak dipengap sembunyi
Ia sudah tak tahan
Namun saat ia berada di tengah rambu-rambu jalanan yang ramai
Tepat matahari di poros langit
Tak sepasang mata pun sudi mengarahkan pandang
Apalagi tangan yang bersedia menjabat
Ratu Rumput diantar sedih melewati trotoar
Ia masih membawa sembunyi yang tak ia lakukan
Seumpama sembunyi adalah permen karet yang melekat di rambut
Semakin lama semakin erat
Semakin ditarik semakin mencekat
Meski Ratu Rumput berusaha memenggal sembunyi dari hidupnya
Nampaknya ia takkan pernah bisa,
karena 'sembunyi' adalah nama belakangnya
Ratu Rumput si Sembunyi