Di tengah angin ribut dalam satu dekade ini, Tuan. Membaca nama Anda dalam salah satu penggalan ayat kitab suci membuat Puan, berhenti sejenak. Kepada Tuhannya yang sedang diajak bicara, ia menghamba semoga bertemu Tuan dalam wujud lainnya. Sambil pejamkan mata, ia kembali hanyut dalam segala macam amin.
Oh, Tuhan hadirkan satu kembali yang demikian.
Kemudian dikirimkan rupa-rupa doa. Malam ini, Tuan. Langit tampak seperti kota terang siang hari yang banyak lalu lalang tukang pos, pria pengirim paket barang, dan sesiapapun yang teriak 'paket' di depan gerbang. Akankah satu windu atau satu dekade sekali pun, dari mana Puan tahu kembali datangnya balasan kabar. Duhai, hari-hari ganjil dan genap nanti, surat dijaga baik-baik oleh semesta.
Tuan, alangkah senja yang disaksikan bersama Puan kala itu layak disebut senja paling baik. Sebab punah sudah seluruh senja di kehidupan selanjutnya. Sisanya, tak ubah seperti lukisan yang dicat oleh pelukis-pelukis amatir yang rela tak dibayar asal karyanya berhasil diromantisasi. Senja milik Puan itu, dikubur di bibir pantai bersama kata-kata mustahil lainnya. Bukankah begitu?
Setelah sekian lama, Tuan. Puan sengaja berulang merapalkan nama Tuan di salah satu penggalan ayat kitab suci sepenuh hati.