• Home
  • About
  • Puisi
  • Pendapat
  • Cerita Aneh
instagram Email

Pangeran Kucing

Jurnal Harian dan Kata-kata Bualan



Selama musim kemarau ini, suara kami parau sebab diminta berteriak oleh jiwa-jiwa kecil dan rentan yang tidak terima bersemayam di ujung-ujung ulu hati. Kami juga belum pernah ke sana. Terkadang kami meraung seperti serigala, kadang mirip singa betina, tapi tak jarang juga seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Sampai retak segala pita suara di tenggorokan, hampir habis pula napas yang tinggal sepenggal-sepenggal. Kata ibu, sudah cukupkan. Kata ibu, biar dibalas Tuhan. 

Kata ibu tinggallah kata-kata. Kami bakar kotanya. Dan segala rencana-rencana sadis lainnya. 

Sumpah per satu dirapalkan cukup kencang. Juga mantera yang tetiba muncul di belakang kepala. Berhari-hari hadir dalam bentuk mimpi buruk. Ketar-ketir tapi dilanjutkan saja. Utarakan serapahnya agar kami lega dan tidak lagi berandai-andai dalam rencana. Ah, berhari-hari nampak seperti Filsuf Yunani yang bertukar kata-kata bijak dan bajik. Seperti manusia yang tidak sedang dalam nuansa duniawi, berada di antara bumi dan nirwana. 

Tahukah kau, kami hidup dalam payung-payung sepakat. Untuk segera pergi dari kota atau neraka sebutan favoritnya. Berkali-kali mengunjungi taman yang wangi dan tumbuh bunga-bunga. Langitnya biru dan siap dimiliki, ujarnya. Saya girang memeluk langit erat-erat, sementara yang lain, anehnya kembali ke kota. Dan bertutur siap menerima kembali asapnya. 

Payung sepakat telah menguncup. Keputusan dan rencana kemarin hanya dalam rancang saja. Entah apa di pikiran manusia-manusia. Cukup kecewa, meski Filsuf Yunani terus memaksakan dikotomi kendali. 

***

Kata Pandji, semua orang punya pilihan untuk pergi dan mengubah kembali identitasnya. Bahkan, kalau kau tidak suka dengan negara ini, pergi saja. Cari tempat lain yang lebih kau sukai. Barangkali tempat yang menawarkan udara dan tanah yang lebih segar. Penduduk yang mengagungkan nurani dan nilai humanis lainnya. Buat apa kembali ke tempat yang secara terang dan jelas memekakkan telinga, buat sesak napas, hilang akal, habis nalar, dan penyebab keputusan irasional lainnya. 

Mari pergi dengan susah payah.  



Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Di tengah angin ribut dalam satu dekade ini, Tuan. Membaca nama Anda dalam salah satu penggalan ayat kitab suci membuat Puan, berhenti sejenak. Kepada Tuhannya yang sedang diajak bicara, ia menghamba semoga bertemu Tuan dalam wujud lainnya. Sambil pejamkan mata, ia kembali hanyut dalam segala macam amin. 

Oh, Tuhan hadirkan satu kembali yang demikian. 

Kemudian dikirimkan rupa-rupa doa. Malam ini, Tuan. Langit tampak seperti kota terang siang hari yang banyak lalu lalang tukang pos, pria pengirim paket barang, dan sesiapapun yang teriak 'paket' di depan gerbang. Akankah satu windu atau satu dekade sekali pun, dari mana Puan tahu kembali datangnya balasan kabar. Duhai, hari-hari ganjil dan genap nanti, surat dijaga baik-baik oleh semesta.

Tuan, alangkah senja yang disaksikan bersama Puan kala itu layak disebut senja paling baik. Sebab punah sudah seluruh senja di kehidupan selanjutnya. Sisanya, tak ubah seperti lukisan yang dicat oleh pelukis-pelukis amatir yang rela tak dibayar asal karyanya berhasil diromantisasi. Senja milik Puan itu, dikubur di bibir pantai bersama kata-kata mustahil lainnya. Bukankah begitu? 

Setelah sekian lama, Tuan. Puan sengaja berulang merapalkan nama Tuan di salah satu penggalan ayat kitab suci sepenuh hati. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Mati segan hidup tak mau. Rupanya sehari luka sehari duka. Dan begitu seterusnya sampai pesta ini selesai. Pesta sepanjang tahun selama musim paceklik. Juga angin warna abu-abu. Langit yang bergerak cepat. Mereka bergantian cuma hitam pekat dan gelap saja. 

Manusia-manusia ini sudah lupa berharap pada Tuhan dan menginginkan hantu. Hadir dalam imajinasi dan juga api-api. Semuanya menyala semaunya. Kadang terbakar sendiri, kadang hangus lalu ajaibnya bangkit lagi. Persis yang diceritakan di dalam kitab suci. Apakah mereka sudah berada di alam baka?
 
Suatu hari banjir bandang di atas pipi. Saya hanya menginginkan secangkir kopi susu manis. Tapi kedai di seluruh dunia gagal. Mereka cuma punya pahit. Dokter menyarankan ganti lidah, ternyata ini sebabnya. Kamu menawarkan pengganti. Saya gelengkan kepala. Punya kamu banyak bohongnya. 

Tidak ada kata-kata dalam bulan-bulan. Hanya pena dalam genggaman. Dan kilas balik kejadian dalam ingatan. Salah satunya, presiden mengumumkan kemerdekaan. Rakyat suka ria. Saya masih mati segan hidup tak mau. Tambah sewindu luka tambah sewindu duka. Saya memilih tidak merdeka. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Tentang Saya

Penulis yang suka main kata-kata. Cek juga hasil pikiran otak kiri saya di linisehat.com

Follow Us

  • instagram
  • Google+
  • youtube

Categories

  • Cerita Aneh (8)
  • Fiksi (5)
  • Pendapat (26)
  • Puisi (8)

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ▼  2023 (3)
    • ▼  Juni 2023 (1)
      • Susah Payah
    • ►  April 2023 (1)
      • Surat Untuk Tuan
    • ►  Maret 2023 (1)
      • Kemerdekaan
  • ►  2022 (6)
    • ►  Juni 2022 (1)
    • ►  Maret 2022 (1)
    • ►  Februari 2022 (2)
    • ►  Januari 2022 (2)
  • ►  2021 (5)
    • ►  November 2021 (1)
    • ►  April 2021 (2)
    • ►  Maret 2021 (1)
    • ►  Februari 2021 (1)
  • ►  2020 (30)
    • ►  November 2020 (2)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (6)
    • ►  Juli 2020 (9)
    • ►  Juni 2020 (3)
    • ►  Mei 2020 (2)
    • ►  April 2020 (5)
  • ►  2019 (19)
    • ►  November 2019 (3)
    • ►  September 2019 (2)
    • ►  Agustus 2019 (3)
    • ►  Juni 2019 (5)
    • ►  Maret 2019 (3)
    • ►  Februari 2019 (2)
    • ►  Januari 2019 (1)
  • ►  2018 (29)
    • ►  Desember 2018 (3)
    • ►  November 2018 (1)
    • ►  Oktober 2018 (6)
    • ►  September 2018 (4)
    • ►  Agustus 2018 (6)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (3)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (4)
  • ►  2017 (44)
    • ►  Desember 2017 (10)
    • ►  November 2017 (1)
    • ►  Oktober 2017 (6)
    • ►  April 2017 (2)
    • ►  Maret 2017 (8)
    • ►  Februari 2017 (7)
    • ►  Januari 2017 (10)
  • ►  2016 (49)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (3)
    • ►  Agustus 2016 (3)
    • ►  Juli 2016 (13)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (10)
    • ►  April 2016 (5)
    • ►  Maret 2016 (11)
    • ►  Februari 2016 (2)
  • ►  2015 (19)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (5)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (1)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  Maret 2015 (2)
    • ►  Februari 2015 (1)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Oktober 2014 (1)
    • ►  Juli 2014 (1)

Created with by ThemeXpose