Sebuah siang yang terik dalam angan-anganku yang pekat. Kota ini sebentar lagi akan mati digulum takdir. Sama seperti rencana Puan yang ingin membunuh keinginan -dalam memiliki Tuan sepenuhnya-.
Ranjau dimana-mana, bom yang berusaha dijinakkan dan pikiran yang masih liar berdansa diantara ketidakmungkinan-ketidakmungkinan.
Sampai suatu waktu dentuman menggelegar berkali-kali lalu membangunkan kening Puan yang mati suri akibat ditembak senapan yang kosong peluru penuh memoar. Tidak tewas dan hidup enggan.
Kota sudah habis tutup tanggal gulung tikar. Serangga yang tinggal dalam saluran pembuangan muncul berbaris merayakan kemenangan dan kebebasan dari penindasan. Mereka berbisik kepada Puan yang ajaib masih bertahan, apa Tuan sudah mati?