Rusak segala rusuk. Dan gelisah di dalam mengalir banjir di dada. Resah beranak pinak dan air mata beranak sungai.
Satu malam aku pergi ke pesta untuk menjemput bukan siapa-siapa. Tapi membuang kenangan yang ada dimana-mana.
Mendadak angin bumi ribut, semesta aku diam melenyapkan segala puji-pujian dan harapan yang cacat.
Sepanjang jalan ini tergenang sisa gelombang jalan, aku tenggelam dalam kubangan dan diserap aspal berlubang. Hilang.
Laki-laki penjaga warung kopi yang paruh baya, aku setengah nyata setengah maya. Hidup di dua alam bagai katak, jiwaku sudah retak.
Sepasang mata bola merindukan pasangan mata lainnya yang saling kangen dengan pasangan aslinya.