Semua orang punya alasan menulis. Sama seperti Pak Oc Kaligis.
Beberapa waktu lalu sebuah program stasiun TV bersama pihak lapas berkunjung menyisir bui-bui nakal. Konon katanya kamar penjara lebih mirip kamar pribadi di rumah. Ada berbagai barang-barang mewah, fasilitas olahraga, barang elektronik, meja kantor, tumpukan uang, sampai jilidan proposal. Kamar-kamar itu milik napi korupsi yang masih saja maruk meski kebebasannya sudah dimampatkan.
Tapi biarlah masalah pelanggaran menjijikkan itu menjadi urusan pihak berwenang dan jajarannya. Karena, ada yang momentual. Saat kamar Pak Oc Kaligis digeledah dan persatu barang mewahnya dikeluarkan. Wajah sepuh Pak Oc tiba-tiba naik pitam saat petugas mengambil laptopnya. Ia bilang,
"Silakan lihat tulisannya boleh, tapi kalau diambil saya ngga setuju'"
Aturan tetap aturan. Apapun alasannya tetap ada pelarangan. Pak Oc melanjutkan,
"Saya nulis gimana pak, saya mati nanti."
Huruf-huruf yang kalian saksikan. Tuts-tuts yang ditekan sama pentingnya dengan sandang, pangan, papan. Kalau dihilangkan bisa merenggut nyawa manusia.
Menulis menjadi kegiatan sakral. Sama seperti Nelson dan Pramoedya yang tetap membebaskan pikirannya menjadi anak-anak tulisan, meski badannya sedang tak bebas.
Beberapa waktu lalu sebuah program stasiun TV bersama pihak lapas berkunjung menyisir bui-bui nakal. Konon katanya kamar penjara lebih mirip kamar pribadi di rumah. Ada berbagai barang-barang mewah, fasilitas olahraga, barang elektronik, meja kantor, tumpukan uang, sampai jilidan proposal. Kamar-kamar itu milik napi korupsi yang masih saja maruk meski kebebasannya sudah dimampatkan.
Tapi biarlah masalah pelanggaran menjijikkan itu menjadi urusan pihak berwenang dan jajarannya. Karena, ada yang momentual. Saat kamar Pak Oc Kaligis digeledah dan persatu barang mewahnya dikeluarkan. Wajah sepuh Pak Oc tiba-tiba naik pitam saat petugas mengambil laptopnya. Ia bilang,
"Silakan lihat tulisannya boleh, tapi kalau diambil saya ngga setuju'"
Aturan tetap aturan. Apapun alasannya tetap ada pelarangan. Pak Oc melanjutkan,
"Saya nulis gimana pak, saya mati nanti."
Huruf-huruf yang kalian saksikan. Tuts-tuts yang ditekan sama pentingnya dengan sandang, pangan, papan. Kalau dihilangkan bisa merenggut nyawa manusia.
Menulis menjadi kegiatan sakral. Sama seperti Nelson dan Pramoedya yang tetap membebaskan pikirannya menjadi anak-anak tulisan, meski badannya sedang tak bebas.