Sonde terpekik ketakutan. Suara gesekan sayap jangkrik terdengar dari penjuru utara dan selatan. Tubuhnya dibungkus seresah daun kering warna coklat dan ranting-ranting rapuh. Gatal. Seluruh badannya gatal. Ia menggaruk seluruh bagian badan mulai dari punggung, betis, lutut, telapak kaki, dan lengan. Ia merasakan cairan menyentuh ujung jemari. Pekat warna merah. Perlahan perih menjalari lengan bagian atas sebelah kiri. Luka yang menganga membentuk goresan taring besar.
Sonde menggigil sembari menyapu pandang barangkali pemilik taring masih berada di sekitar. Ia sadar tak seharusnya berkeliaran di belantara seperti ini. Meninggalkan kampungnya yang tenteram dan memilih hidup menggelandang. Hidup tanpa papan sangat mengancam keamanan jiwa. Semalam Sonde ingat betul bagaimana ia memanjat pohon penuh percaya diri dengan membawa temali dan beberapa potong kayu untuk bermalam. Mentakaburi alam bahwa hidup di alam tak sesulit yang orang bilang. Sesampainya di atas pohon, Sonde disengat makhluk marah. Segerombolan semut api muncul dari lubang kecil di balik pohon. Seluruh permukaan kulitnya menjadi santapan amarah. Ia melepaskan pegangan erat dan melucur ke bawah. Bebas. Lalu tak sadarkan diri. Kepalanya terantuk tanah.
Seonggok daging selama satu malam penuh meringkuk tanpa gerak. Sangat mudah bagi karnivor-karnivor berperut kosong untuk menjadikannya makan malam. Sungguh Sonde beruntung. Hanya lengan atas nya yang tergores taring besar. Namun ia tetap waspada. Sekelebat Sonde melihat bayangan bergerak dari balik pohon. Bayangan itu semakin terasa, namun tak kunjung mendekat batang hidungnya. Mungkin saja harimau, atau singa yang lapar. Sonde memberanikan dir sekaligusi menahan perih melangkah ke balik pohon dengan cepat.
Kosong. Hanya udara dan beberapa rontokan bulu berwarna coklat pudar. Melayang. Sonde memutari pohon sekali lagi. Pemilik bulu warna cokelat tua tetiba melata cepat. Sonde segera berlari menjauh. Seekor musang mencoba mendekati Sonde. Beberapa langkah lagi moncong musang menjilat ke arah luka lengan kiri Sonde. Secepat kilat Sonde meraih apa saja di sekitarnya. Ranting pohon ia sambar. Lalu dihentakkan ke arah tubuh musang. Patah.
Sonde mengambil kayu lain yang lebih kokoh. Kayu bekas pohon yang roboh sebesar betis orang dewasa. Kepayahan Sonde mengangkatnya. Lalu membanting sekuat tenaga ke arah musang. Lihai musang menghindar. Sonde merasa dicela. Lukanya terasa semakin ngilu. Ia kini dirasuki hasrat pembalasan dendam atas sakit yang dirasakan. Sekali lagi Sonde mengangkat bongkahan kayu dan berdebam. Mengenai punggung musang. Tetapi musang masih melenggang walau pincang. Sonde membuang kayu tersebut ke sembarang arah. Dan menyambar batu segenggaman tangan. Meluncur pesat tanpa hambatan. Kencang. Keras. Tepat mengenai batok kelapa musang. Musang tergeletak. Nafasnya tersengal lewat mulut. Lalu habis.
Sonde mendekat. Sembari memegangi lengan kirinya. Ia terkekeh. Menggoyang-goyangkan badan musang. Ada tiga gores sayatan di perut bagian bawah. Seperti darah berumur semalam. Musang tak bernyawa. Sonde jongkok mengamati mulut musang yang terbuka. Membandingkan besar taring musang dan goresan taring lukanya. Tak sama.
***
Suara berdebam keras mengagetkan
seekor musang yang tengah berjalan mencari biji kopi matang warna merah. Musang
memeriksa sumber suara. Seorang manusia jatuh dari ketinggian pohon dan tak
sadarkan diri. Kulitnya memerah terkena sengatan semut api. Dari kejauhan terdengar
suara endusan binatang kelaparan. Malam saat yang tepat untuk mengisi perut
binatang hutan. Musang awas mengamati sekitar. Satu ekor anjing liar datang dari hutan bagian dalam. Mulutnya penuh air liur. Matanya berbinar menemukan seonggok daging segar tak sadarkan diri. Anjing mendekat dengan rakus. Musang mendorong badannya dengan moncong. Anjing terpelanting. Musang mencakar. Anjing menggigit. Namun musang menghindar gesit. Anjing mendekat ke arah manusia yang tiada sadarkan diri, menggigit lengan sebelah kiri dengan penuh nafsu. Belum sampai tertelan dagingnya, musang kembali bangkit. Mencakar punggung anjing. Anjing terpekik kesakitan. Anjing membalas dengan mecakar tepat di bagian perut musang. Darah segar menetes. Musang membalas, ia membabi buta mencakar dan menggigit seluruh bagian tubuh anjing. Anjing mundur pincang. Kembali ke hutan dalam.
Musang mengatur nafas, melirik manusia yang terluka lengan kirinya. Ia mengambil tempat tak jauh. Terjaga dan menjaga sepanjang malam. Takut-takut jika bahaya lain datang mengancam.